Rabu, 29 Februari 2012

Pada Suatu Perjalanan


Pada suatu perjalanan

Riuh bumi membangun kan dari tidur ku malam tadi. Suara suara burung yang bernyanyi ikut meramaikan. Secerca sinar tajam menusuk mata ku, yang memaksa ku bangkit dari angan angan panjang ku. Ku singkapkan segera kain sarung mini yang sudah sangat lusuh itu dari badan ku. Uuuh, bau nya bagai bau orang yang sudah tersesat ditengah lautan selama sebulan. Ku berdiri, sambil merapikan rambut ku yang sepupuan dengan ijuk ini.
                Ku ambil sepeda reot ku dari samping gubuk tua ku. Ku usap sedikit stank nya, sambil berkata “Semoga ini lah hari keberuntungan ku”. Itu seperti mantra ku setiap pagi untuk memulai pagi ku.
                Sepeda ini adalah sepeda warisan kakek ku yang ia beli saat jepang hengkang dari negeri ini. Wajar saja pedal nya keras, dan selalu berderik derik ketika ku mengayuh nya perlahan.
“Hah, hidup hidup.. derikan sepeda ini, nyanyian burung, dan pohon pohon tua ini lah yang selalu menemani hidup ku.”
Aku adalah seorang anak sulung dari 3 bersaudara. Semenjak ayah ku pergi meninggalkan dunia ini, ibu ku begitu depresi yang akhirnya menghantarkan nya juga keujung hayat nya. Setelah meninggal nya ibu ku, kedua adik perempuan ku diambil oleh sanak keluarga ku. Lalu aku diasuh oleh kakek ku disebuah gubuk kecil ditengah hutan. Kami hanya tinggal berdua. Tetapi, memang mungkin tuhan ingin mengajarkan aku, agar aku dapat kokoh dengan mandiri. Setahun aku hidup bersama kakek ku, ia pun menghembuskan nafas terakhir nya. Yang membuat ku sangat terpukul, ia pergi karena ingin menyelamatkan ku saat aku tenggelam dilaut. Kaki nya termakan oleh putaran baling baling perahu, karena tak kuat menahan sakit nya, akhirnya ia pun meregang nyawa nya dilaut itu, sempat aku mengusap wajah nya, berteriak meminta tolong, tetapi ia pergi begitu cepat. Bak badai yang begitu dahsyat dan berlalu begitu cepat;menegangkan dan sebentar. Suara ku langsung membahana ditengah lautan.
                Semenjak kepergian kakek,aku hidup sendiri di gubuk buatan kakek. Hari hari ku ,ku rasakan begitu sunyi. Berusaha menghidupi diri ku sendiri ditengah keburaman negeri ini.
                Aku bekerja sebagai buruh panjat kelapa,dan pengantar koran. Upah nya tak seberapa. Tetapi,cukup untuk makan ku hari itu. Aku, tak lagi bersekolah. Semenjak kakek pergi, sekolah ku putus. Tentu saja itu karena aku tidak mampu meneruskan nya. Sesungguh nya, jauh dihati ku yang paling dalam, aku mempunyai keininan untuk menjadi seorang sarjana. Ah, itu hanya angan angan yang tidak mungkin dapat ku gapai.**
                Pagi ini, aku mendapat tugas untuk memanjat pohon kelapa dikebun Pak Harfan. Letak nya di tepi pantai. Lumayan jauh dari gubuk ku. Pak Harfan bilang, jika aku dapat menjatuhkan 200 kelapa,aku akan diberi bonus. Senang rasanya ketika mendengar Pak Harfan berkata seperti itu, nanti uang nya akan aku tabung untuk membeli sarung. Aku malu dengan tuhan ku, masa harus berjumpa dengan nya hanya menggunakan sarung lusuh dan baju compang camping.**
                “Oo Ramjan ! Kau panjat kebun sebelah sini nanti ya !”Teriak Pak Harfan.
Sambil tersenyum aku mengacungkan jempol kurus ku pada nya,pertanda aku mengerti akan perintahnya.
                Sekitar tiga jam aku berayun ayun,berpindah dari satu pohon, kepohon lain nya.
Kayak nya udah cukup lah.” Aku meloncat turun dari atas pohon kelapa. Aku mulai menghitung satu persatu buah kelapa tua itu.
“198,..199.. 200 ... ! yuhuuuuuuu !!!” teriak ku. Sejenak aku terdiam, bluump. Ku palingkan wajah ku kebelakang, kulihat sebuah kelapa menggelinding menuju pantai. Ku kerahkan sejuta tenaga ku mengejar kelapa itu. Tcuuuuuuussh .. sekujur tubuh ku tenggelam di air laut itu,ku kejar kelapa itu hingga dedasar. Ku dapatkan buah kelapa itu,ku peluk erat sambil berenang kepermukaan. Sreeeeeeeeeeeeeeeng... Suara mesin perahu tiba tiba terdengar. Menggema diair. Seketika sekujur tubuh ku kaku. Seketika ku rasakan dingin nya tangan kakek saat ia meregang nyawa nya,terbayang wajah pirus kakek yang masih bisa tersenyum saat ia meregang nyawa nya, dan suara kakek terngiang ditelinga ku. Kelapa tua itu terlepas dari pelukan ku,melayang bersama tubuh kurus ku tengah sepi nya air laut .**
Saat aku membuka kelopak mata ku,pandangan ku berbayang bayang. Ku lihat semua menjadi kembar. Suara mesin yang keras menyadarkan ku.
Dah sadar kau? Nah, minum la ni biar ndak dingin kau.
makasih mak!
Ku teguk minuman itu hingga habis. Kurasakan sensasi hangat disekujur tubuh ku. Rasa ploong sekali. Tapi, apa ini ?  Ya Allah, jangan jangan ini arak ?!
                “Apa ni mak ?”
                “Tuak, mau tambah ? ni haa
Aku menggeleng kuat. Kakek pernah bilang kepada ku,untuk menjauhi minuman yang memabukkan. Jika kakek masih hidup, mungkin kakek akan melibas ku dengan lidi kelapa seratus kali.
Suara mesin ini, kembali membuat kepala ku pusing. Mungkin ini yang dibilang banyak orang;trauma. Kakek, kakek ku meninggal karena mesin ini !
                Orang orang di perahu ini berusaha mengajak ku bercengkrama. Tetapi,kecemasan ku ini membuat bibir ku enggan melebar, menunjukkan senyum. Mungkin orang orang diperahu ini,lelah menghiburku. Aku tidak tahu,entah kemana mereka akan membawa ku. Yang terpikir oleh ku, cepat turun dari perahu bermesin ini dan memberikan kelapa kelapa tua ini kepada Pak Harfan.
                Mamak nak kemane ? aku nak pulang ?
                Kami nak keBatam. Kau tinggal dimana ?”
Ya ampun, jauh nya aku terbawa. Aku hanya tertekun. Bagaimana Pak Harfan,pasti ia akan marah kepada ku. Pikiran melayang terbawa angin timur.**
                Salah seorang mamak diperahu itu mengangkat ku menjadi anak nya, karena ia tidak mempunyai anak. Hendarto nama salah seorang mamak yang mengangkat ku menjadi anak itu. Istri nya bernama Shinawa.Ku rasakan keluarga ini begitu hangat. Aku merasakan kembali kehangatan keluarga ku disini. Aku disekolah kan ,dirawat,dan diberi kasih sayang.**
                Hingga disuatu saat, ibu angkat ku itu sakit. Seharian ia mual mual, suhu tubuh nya meningkat,wajah nya pun pucat. Aku kasihan kepadanya. Ayah angkat ku pergi ke Pekanbaru. Aku takut terjadi sesuatu kepada nya,aku segera membawa nya kerumah sakit.
                Dokter itu hanya tersenyum kepada ku. Aku bingung. Aku hanya anak SMA yang belum mengerti masalah kesehatan.
                “Ibu mu itu hamil,bukan sakit”
Oh tuhaan ! Ini sebuah kabar yang sangat mengembirakan. Tujuh belas tahun orang tua angkat ku ini tidak dikaruniai anak, dan sekarang ,sekarang ibu angkat ku hamil ! Aku langsung mengabari ayah angkat  ku. Ayah angkat  ku begitu bahagia mendengarnya, dan berpesan untuk menjaga ibu selagi dia diperjalanan pulang.**
                Tiba saat nya ibu melahirkan. Aku dan ayah begitu was was menunggu kelahiran nya. Sejenak aku tertekun. Aku menunduk,tanpa seizin ku buliran air mata jatuh dari pelupuk mata ku. Ayah mengusap wajah ku,wajah nya begitu pasti. Air wajah nya begitu damai. Ku peluk ia erat erat.
                “Terimakasih yah,telah membesar kan aku..”
                “Terimakasih juga, kau telah menjadi anak ku dan istri ku. Sekarang kau akan punya adik.”
Degup jantung ku tiba tiba saja kencang. Adik ..Aku mempunyai adik ! Sebelumnya, aku juga telah mempunyai adik. Sekian tahun aku melupakan kedua adik perempuan ku. Ayah angkat  ku menyuruh ku untuk menyelesaikan sekolah ku terlebih dahulu,baru lah aku mencari kedua adik ku.**
                Anak kandung ibu, ternyata perempuan. Namanya sekar Wulan. Wajah nya bulat,bulu mata nya melentik,alis mata nya mirip dengan taji ayam. Dagu nya meruncing,cantik dan elok pekerti nya. Sekarang ia sudah menginjak sekolah dasar. Dan aku, usia ku makin tua. Aku mendapat beasiswa kuliah ke Paris. Dan membuahkan beberapa huruf dibelakang namaku, “RAMJAN DAERMA .Msc.”.Tentu saja itu semua tidak lepas dari bimbingan dan dukungan orang tua angkat ku, Pak Hendarto dan Buk Shinawa, serta adik kecil ku;Sekar. Semangat ku juga tidak lepas dari bayang bayang kakek. Terimakasih, ayah,ibu,adik,dan kakek .. **
                Senja telah merona di langit. Matahari malu malu mulai bersembunyi, langit memerah, dibingkai oleh burung burung yang berterbangan.
                Hari ini adalah hari yang menyenangkan bagi ku. Artikel artikel ku diterima oleh para produsen. Terlukis senyum diwajah ku. Senyum tulus karena jeri payah ku terbayar sudah. Ku letak kan tas ransel ku diatas meja kerja ku yang bertumpukan dengan kertas kertas putih. Ku hempaskan tubuh ku diatas gundukan kapas;tempat tidur. Ku biarkan pikiran ku melayang layang menikmati keberhasilannya.**
                Tiba tiba aku mendengar suara tangisan anak kecil dari sudut kamar. Aku berdiri dan langsung bergegas menuju sumber suara tangisan itu. Mungkin kah Sekar menangis ? Tetapi suara tangisan itu suara tangisan anak lelaki. Ku temui sesosok anak lelaki yang meringkuk di belakang pintu kamar ku. Tubuh nya kurus,wajah nya bulat,dan pakaian lusuh.Tangisan nya begitu pilu. Ku pegangi pundaknya,berusaha menenangkan nya. Tapi, ia memberontak dan menangis semakin kuat. Siapa anak ini ?
“Dik, kamu siapa ? Dan kenapa kamu menangis ?”
“Hiks..hiks.. kau,kau yang membuat ku menangis ! membuat ku menyesali hidup ku !”
Aku bingung dengan ucapan anak ini. Apa yang dimaksud nya, tidak bisa ku cerna. Sebelum nya, tidak pernah ada anak laki laki yang pernah bertamu kerumah ini hingga malam begini. Aku kembali bertanya kepada nya dengan pelan.
“Tenang, nama mu siapa ?”
“Ramjan.”
Aku berdiri menjauhi nya. Aku berusaha menggapai stopkontak lampu untuk menghidupkan lampu kamar ku. Tapi, kemana stop kontak nya ? biasanya, dia tertanam di tepi kusen pintu kamar ku. Bak menghilang ditelan dunia. Aku dan anak itu diselubungi kegelapan.
“Kau orang jahat ! Kau benar benar jahat ! aku tak pernah ingin tumbuh besar menjadi kau ! aku adalah anak baik. Yang akan menjaga dan merawat adik adik perempuan ku. Bukan seperti kau !”
Teriakan nya membahana di telinga ku. Bayangan bayangan suram masa lalu ku kembali singgah di kepala ku setelah lama dia mati didalam hati ku. Teriakan ibu kandung ku saat ayah meninggal, ibu ku yang depresi,adik adik ku yang diambil oleh saudara ku, aku yang ditinggal sendiri,kakek yang merawat ku, kakek yang menolong ku, dan kematian kakek dihadapan ku. Semua nya muncul bergantian dikepalaku.
“Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak ! aku bukan orang jahat ! siapa kau ?!”
“Aku adalah kau. Ingat kah kau, saat kau bangun dari mimpi indah mu, disaat kakek bilang,banguun Jan,jadi la urang berhasil. Ambik balek adik adik kau tu. Jangan lupa kau pada urang tu.
Dulu kakek selalu berkata begitu kepada ku. Kakek selalu berpesan agar aku jangan pernah melupakan adik adik perempuan ku. Karena itu, kakek dan aku selalu berusaha mencari uang untuk kembali membawa kedua adik ku. Butiran intan murahan jatuh bercucuran diwajah ku. Anak itu memandangi ku begitu tajam. Sorot mata nya menusuk hatiku, menghancurkan peti masa lalu ku. Mengacak acak berkas berkas kehidupan ku yang memilukan.
“Jangan pernah kau menjadi orang yang melupakan janji !”
Suara suara ancaman anak itu menggema di seluruh ruangan kamar ku. Anak itu kemudian menghentikan tangisan nya. Pandangan nya berpindah ke tempat tidur ku. Tangan kurus nya melintang mengarahkan pandangan ku.
Kulihat tubuh seorang lelaki muda yang tertidur dengan air mata diwajah nya. Wajah nya mirip dengan ku. Ku dekati perlahan, tiba tiba anak kecil itu berteriak melengking dan mengaget kan ku.**
Kejadian tadi malam,selalu terbayang di mata ku. Aku memutuskan untuk kembali keSelat Panjang,tempat aku dilahirkan. Ayah ,ibu dan adik angkat ku melepas kepergian ku dengan haru. **
Di perjalanan, aku menaiki perahu modern yang menggunakan mesin super kencang. Karena tidak ada pesawat yang transit ke daerah ku itu.
Suara para inang inang yang riuh membuat tak bisa tenang. Hingga dua jam kemudian inang inang itu pergi menuju darat. Baru ku rasakan  kenyamanan disini. Tiba tiba ada seseorang yang memukul pundak ku.
“Kakek ?”
“kau terlambat cucuk ku.”
Aku tak mengerti ini. Suara mesin yang keras membuat ku kaget. Saat aku kembali melihat kesamping, kakek sudah tak ada. Mesin perahu terus menggerang,ingatan ku mulai menggambarkan saat kakek meninggal karena menyelamatkan aku,saat aku berenang menyelam meraih kelapa, ingatan ku,ingatan ku !**
Desa kecil ku kini telah berevolusi. Dulu, kebun Pak Harfan lah yang menjadi penyambut para tamu yang datang kedesa ini. Tapi sekarang, telah berdiri sebuah perusahaan kelapa sawit yang besar. Entah siapa pemilik nya.
Aku berjalan menuju gubuk sederhana ku dulu. Tetapi, yang ku temui hanyalah sebuah rumah sederhana yang aku tak kenal pemilik nya. Ku teruskan menuju rumah Pak Harfan, rumah nya tidak berubah. Ku ketuk pintu rumah nya perlahan. Tiba tiba keluar seorang lelaki paruh baya, yang berkumis tebal. Mirip dengan Pak Harfan,tapi tak mungkin Pak Harfan masih muda,pastilah usia nya sudah tujuh puluh tahunan.
Lelaki itu menanyakan nama ku. Ia tampak kebingungan dengan ku. Wajah nya seperti tidak suka dengan kedatangan ku.
“Aku Ramjan, buruh panjat kelapa 16 tahun dulu?”
Lelaki itu berusaha mengingat ingat aku. Dan sesaat kemudian ia berteriak,”aaah, yayaya, si Ramjan itu. Sudah sukses kau sekarang ?”
  Sekarang aku tau, dia adalah bag Pi’i. Anak pertama Pak Harfan. Dan Pak Harfan sudah lama meninggal.**
               Bang Pi’i mengantarkan ku kerumah saudara ku yang mengambil adik adik ku dahulu. Dia hanya bercerita sedikit tentang keluarga ini, dan pulang kembali meninggal kan ku.
               Ku temui mak etek yang sedang merajut diteras rumah. Ia terkejut akan kedatangan ku. Dia menganggap ku orang asing. Mak etek sama sekali tidak mengingat ku. Aku berusaha mengingatkan ia tentang aku. Ia menangis dihadapan ku.
              Ia bercerita tentang perusahaan kelapa sawit didepan pulau, katanya, perusahaan itu adalh hasil rintisan kedua adik ku. Aku tersenyum bangga,tapi tiba tiba senyum ku pecah menjadi deraian air mata. Mak etek melanjutkan ceritanya. Perusahaan itu dulu menjadi bahan rebutan oleh para tengkulak tengkulak serakah. Para tengkulak tengkulak itu mengadakan pemberontakan besar besaran di perusahaan itu, dan saat itu kedua adik ku berada disana. Tampa ampun, tengkulak tengkulak itu memukuli kedua adik ku hingga tewas.**
                 Didepan gundukan tanah ini aku menjatuhkan butiran butiran air mata ku. Kugenggam tanah kuning didepan ku. Aku adalah kakak yang jahat. Aku melupakan kedua adik ku. Kakek.. kini hanya penyesalan yang ada pada ku,penyesalan pada suatu perjalanan hidup ku ..

Selasa, 28 Februari 2012

Sahabat Dunia Akhirat


Sahabat dunia akhirat

                Dipagi yang cerah itu, suara kokokkan ayam jantan milik tetangga ku, berkokok dengan lantang nya, membangun kan ku dari tidur ku yang lelap. Cahaya matahari menyusup masuk melalui celah-celah kecil tirai jendela kamar ku, yang memaksa ku untuk beringsut turun dari tempat tidur ku.
 “Telat terus kamu Ukthi !” Omel kakak ku kepada ku.
“Afwan lha, Thi tadi lupa pasang alarm” Alasan ku kepada kak Hakim, kakak semata wayang ku itu.
“Banyak aja alasan tu. Thi, papa mana?” Tanya kak Hakim kepada ku.
“Ntaah lah! Papa gak mau pulang mungkin, udah betah sama istri barunya!” Jawab ku dengan nada sedikit membentak.
Kak Hakim hanya diam, dia mungkin tidak dapat memarahi ku kali ini, karena dia juga tahu, papa memang begitu semenjak bertemu dengan wanita tidak benar itu.
*********
            Pagi itu, aku duduk termenung ditengah kegaduhan ruang kelas ku. Tiba tiba aku tersadar dari lamunan ku, ketika bapak wali kelas ku memasuki ruang kelas ku sambil memukul tivi kelas(papan tulis) untuk menghentikan kegaduhan dikelas XI.1 IPA  SMA 2 karya itu.
            Dengan suara tegas bapak itu berkata,”Harap tenang !”. kumis tebal nya bergerak naik turun saat ia berbicara, dan tentu saja hal itu membuat siswa siswa satu kelas ku menahan tawa diperut mereka, yang membuat perut sakit bukan main.
            Lepas dari itu, bapak wali kelas ku mempersilahkan seorang siswa yang asing bagi ku. Mungkin dia siswa baru.
“Nah anak- anak, kalian kedatangan teman baru dikelas ini. Dia pindahan dari SMA Binaan Karya 1. Nah nak, silahkan kenal kan diri mu.” Kata Pak Bagyo, wali kelas ku, kepada siswa baru itu.
“Assalammu’alaikum, ukhti dan akhi.” Kata siswa baru itu.
Jujur saja, kenapa dia tau nama ku ? Hei! Bukan kah dia siswa baru, tapi kenapa dia tahu ya ? Hehe.. tentu lah, kawan, ukthi itu kan sebutan saudara perempuan didalam bahasa arab.
“Huuuuuuuuu !! sok sok bahasa arab, bahasa inggris aja gak bisa!” Sorak Nimrod anak paling usil dikelas ku, kepada siswa baru itu sambil melempari nya dengan sebuah kertas.
 “Nama saya Nurhayati Al-Husna. Teman – teman bisa panggil saya Husna.” Kata siswa baru itu dengan lembut.
“Husnaaaaaah ! Hoalaah .. Hahaha  ” Cemo’oh Selly kepada siswa baru itu.
Siswa baru itu hanya tersenyum kepada manis Kepada Selly.
“Sudah sudah, tenang! Nah Husna, kamu duduk disana ya, dibangku kosong disamping Nuraini.” Perintah Pak Bagyo.
            Siswa baru itu duduk dibelakang ku. Tepat dibelakang ku. Semua anak anak kelas ku mengejek nya dengan kata kata yang super sadis. Aku kasihan kepadanya. Jika aku menjadi dia, akan ku lempar mereka dengan sebuah batu besar, atau akan ku sumpal kan mulut mereka dengan bulatan kertas. Agar mereka diam, dan berhenti mengejek ku. Tetapi, siswa baru ini hanya diam, bukan nya marah, dia malah menebar senyum manisnya kepada anak anak jahil itu. Sungguh sabar nya gadis ini.
            Saat jam pelajaran berakhir, seluruh siswa keluar dari ruang  kelas, sambil mengejeki siswa baru itu, ada yang bilang sok baik lah, sok alim lah, bertubi tubi cemo’ohan itu dilontar kan oleh mereka.  Tidak ketinggalan Nimrod. Ia melemparkan kecoa kecoa kecil kepada siswa baru itu. Tentu lah aku tau bagaimana sakitnya diacuhkan oleh teman teman, dijahili , karena itu merupakan makanan sehari hari ku. Ia bernasib sama seperti ku. Sejak pertama aku bersekolah disini, tak ada seorang pun diantara mereka yang mau mendekati ku. Mereka selalu mengatai ku egois, sok pintar , jaim lah, sombong, pokok nya semua yang jelek jelek deh.
            Saat suasana sudah mulai sunyi, ku beranikan diri ku untuk membalikkan badan ku kearahnya. Kupandangi dia, kelihatan nya dia baik baik saja, tidak ada yang salah dengan nya. Hanya saja, ia mengenakan kerudung yang cukup dalam.
            Kuperhatikan, ia manis juga. Dan sepertinya dia ramah. Ku beranikan diriku untuk mengucapkan salam kepadanya, sambil menjelaskan kepadanya tentang kelas ku ini.
“Assalammu’alaikum.” Sapa ku padanya.
“wa’alaikum salam,” Jawabnya lembut.
“Mmm.. Tadi itu namanya Nimrod, dia memang seperti itu, dimaklumi aja. Satu sekolah sudah tau kok, dia itu anak ternakal satu sekolah ini. Dan cewek yang duduk disamping Nimrod itu nama nya Selly, dia itu sepupunya Nimrod. Jadi tak heran sifat mereka hampir serupa.” Jelas ku pada siswa baru itu.
“Oh, iya. Tidak papa. Terimakasih ya atas infonya.” Jawabnya kepada ku.
Siswa baru itu hanya menganggukkan kepala nya sembari tersenyum kepada ku.
“Nama anti siapa ?Tadi kurang jelas, karena gaduh.” Sambung  ku dengan gugup.
Sambil tersenyum ia mengulurkan tangan nya kepada ku,“Nurhayati Al- Husna. Anti ?”
“ Nuraini Ukhti,panggil aja Ukhti” Jawab ku kepadanya. Ia tersenyum lebar kepada ku.
“Nama yang bagus, ” Puji nya lembut.
“Syukron! Hehe,nama Husna juga bagus kok!” Kata ku sambil senyum senyum malu. “Oia, Husna kenapa pindah ? padahal kan SMA Binaan K 1 itu, SMA yang bagus, favorit lagi. Kok pindah kesini sih ? ” Sambung ku pada Husna.
“Mmm.. Husna di D-O Ukhti.” Jawabnya.
“Karena apa? Upps, kalau Ukhti boleh tau aja..?”Tanya ku penasaran.
“Begini, disekolah Husna yang lama, tidak diperbolehkan siswa nya menyambung seragam nya,membentuk jilbab.Sebenarnya sudah beberapa kali kena tegur,dan akhirnya di D-O. Husna juga nggak sendirian, ada 15 siswa lagi yang di D-O juga bersama Husna.” Jawabnya kepada ku sambil mengeluarkan sebuah buku.
“Kenapa seragam nya disambung ? Buat apa ?” Celoteh ku lagi ingin tau.
Husna hanya tersenyum kepada ku. Lalu ia menyodor kan ku sebuah buku.
“Baca lah, nanti Ukhti tau. Ada disini kok pembahasan nya.” Kata Husna lembut kepada ku.
            Aduh, aku kan pemalas. Buku pelajaran aja aku malas membacanya, apalagi buku seperti ini. Tapi, aku hargai niat baik nya. Ku terima saja buku itu.
******
            Udara pagi menyusup masuk keseluruh ruangan kamar ku. Menghembuskan aroma bunga lavender yang ku letak kan dibawah jendela kamar ku. Aroma harum bunga itu menjaga kan ku dari tidur ku, ku beringsut turun dari tempat tidur ku, dan membuka jendela . begitu syahdu pagi itu. Tak pernah seumur hidup ku , ku merasa kan seperti ini. Ku balikan badan ku, menuju kamar mandi, bersiap siap untuk pergi kesekolah.
            Saat ku merapikan buku buku pelajaran ku, ku lihat buku pemberian Husna kemarin.
 “Aakh .. Malas banget baca buku .” Ujar ku didalam hati.
Lalu ku ambil buku itu, dan ku letak kan di meja belajar ku. Ku tinggal kan buku itu, untuk pergi sarapan. Tetapi, langkah ku tiba tiba terhenti, ku berbalik masuk ke kamar ku. Ku perhatikan buku pemberian Husna itu. Lalu ku ambil, aku membuka lembaran demi lembaran buku itu. Ku rasa tenggorokan ku terasa kering hingga ku langkah kan kaki ku menuju dapur mengambil minum.
“Budhe, mama dimana ?” Tanya ku sambil membuka pintu kulkas.
“Ibu baru saja pergi keluar kota.”Jawab Budhe pada ku.
“Papa ?” Sambung ku lagi.
“Bapak belum pulang. Mungkin ibu pulang seminggu lagi, dan bapak, mungkin nanti malam pulang.” Jelasnya kepada ku.
            Tak terasa air mata ku meleleh membasahi pipi ku. Aku termenung membayangkan kebersamaan keluarga ku. Aku ingin sekali keluarga ku berkumpul. Tapi, segera ku tepiskan hal mustahil itu, mengingat kondisi rumah ku yang sedang runyam. Cepat cepat ku hapuskan air mata ku. Ku bersiap diri untuk pergi kesekolah.
            Sepanjang perjalanan, aku hanya membolak balik buku itu. Ku baca riwayat penulisnya, cover depan nya, penerbit nya, tetapi ku tidak membaca isi buku itu. Aku bimbang, disuatu sisi aku ingin membaca buku itu, agar ku tau alasan Husna mengapa dia menyambung baju nya. Tapi disisi lain aku malas untuk membaca.
            Sesampainya ku disekolah, yah seperti biasa. Aku berjalan sendiri. Karena tak ada yang mau mendekati ku. Hingga tiba tiba kak Hakim mengejutkan ku dari depan. Dia datang dengan tergesa gesa. Nafas nya tersengal sengal. Keringatnya bercucuran, sehingga membuat kemeja yang dikenakannya basah.
“Heeeeh.. heeeh.. heeeh.. Thi, heeh.. heeh.. Thi, Mama !” Kata kak Hakim pada ku dengan nafas yang tersengal sengal. Jujur saja aku bingung apa yang dimaksud kak Hakim. Lalu ku suruh ia beristirahat sejenak, meminum aqua gelas. Dia melanjutkan kata katanya dengan isak tangis. Ada apa ini ? Ternyata dia datang, untuk menjemputku. Dia menyampaikan kabar bahwa Mama kecelakaan. Sontak aku langsung histeris, ku berlari menuju mobil. Untuk melihat mama.
            Saat ku sampai disebuah rumah sakit islam itu, ku bingung akan apa yang ku lakukan. Karena paniknya aku, aku menjatuhkan vas bunga dimeja administrasi. Ya allah, aku memang benar benar panik. Aku sayang dengan Mama. Aku tak ingin kehilangan nya.
            Ku dapati Mama terbaring kaku di kamar rumah sakit, dengan selang infus ditangan kiri nya. Mama hanya tertidur. Ku peluk Mama dengan erat. Karena pelukan ku yang erat, membuat Mama bangun dari tidurnya.
“Ukhti.. Sakit Mamanya” Kata Mama.
“Ukhti takut kehilangan Mama! Mama jangan sakit!” Teriak ku disertai air mata.
“Iya, Mama sama Ukhti ” Jawab Mama pelan.
            Suara tangisan meramaikan suasana kamar pagi itu. Saat aku sedang menemani Mama yang tertidur, ku diam memandanginya. Ku merasa suntuk, dan ku ingat, buku pemberiaan Husna kemarin. Kali ini aku tidak lagi menunda nunda, langsung ku buka lembaran pertama, ku baca ayat ayat suci Allah yang dituliskan diawal buku itu. Lembaran demi lembaran telah ku baca,tak terasa hari telah senja ,terdengar suara merdu azan Magrib berkumandang. Seketika hati ku bergetar. Langsung terpikir oleh ku akan dosa dosa ku telah meninggalkan sholat. Ku bersegera menuju musshola rumah sakit, dan menunaikan sholat magrib itu bersama Kak Hakim, yang telah datang terlebih dahulu.
            Usai sholat magrib, ku sempat kan untuk membaca mushaf mushaf Allah bersama Kak Hakim. Aku merasa beban dipikiran ku hilang begitu saja. Hati ku terasa tentram. Jiwa ku damai mendengarkan lantunan ayat ayat suci itu. Rasanya ku ingin menghabiskan waktu ku dengan membaca ayat ayat suci itu. Tetapi, Mama sendirian. Aku harus menemani Mama.
            Saat saat ku menemani Mama, ku lanjut kan membaca buku pemberian Husna itu. Banyak hal yang tidak ku mengerti. Mungkin karena ku tidak pernah mengetahui lebih dalam tentang agama ku. Aku mencatat hal hal yang tidak ku mengerti, agar bisa ku tanyakan kepada Husna esok saat ku bertemu dengannya disekolah.
*******
            Dari buku pemberian Husna aku mengenal banyak hal. Tetapi banyak juga yang tidak ku ketahui.  Rasanya aku tidak sabar untuk kembali kesekolah, dan menanyakan hal hal yang  tidak ku ketahui pada Husna.
            Sebanyak waktu yang telah ku sia sia kan, kini aku tidak ingin menyia-nyiakan waktu ku lagi. Aku ingin menambah wawasan agama ku bersama Husna. Detik detik kehidupan ku telah ku lalui bersama Husna. Aku selalu bertanya tentang hal yang tidak ku ketahui, dan Husna menjawab dengan apa yang ia ketahui. Selalu sabar mengajariku akan agama ku, hingga sedetil detilnya agar aku paham. Sungguh ia adalah orang yang tepat untuk dijadikan sahabat yang baik.
            Bersama Husna aku belajar banyak. Aku perlahan mulai paham akan agama ku. Rasa sedih ku sedikit demi sedikit mulai terobati dengan kehadiran Husna. Ia adalah adalah teman yang baik. Aku menjadikan nya sahabat ku. Ia adalah sahabat yang mau memberikan ku solusi dan motivasi akan segala keluhan ku. Dia juga sering memberi ku buku buku tentang Islam. Ternyata , dari buku buku itu aku bisa paham, bahwa ISLAM adalah solusi terbaik dari berbagai solusi. Islam itu ternyata tidak serumit yang ku pikirkan. Islam itu indah.***
            Sore itu, aku berencana akan pergi kepasar membeli pakaian.  Tetapi tiba tiba ban sepeda motorku bocor, terpaksa aku mendorong motor itu pulang, dan menunggu bus di halte dekat rumah ku.
            Berjam jam ku menunggu bus dihalte itu. Ku lihat kiri dan kanan , berharap akan ada bus yang datang.
“Hiiiiih.. bus nya mana sih ?” Keluh ku dengan kesal.
            Sembari menunggu ku kembali membaca buku pemberian Husna. Sedikit butuh waktu yang lama untuk ku dapat memahami buku ini. Ditambah lagi, aku yang jarang mengkaji tentang agama ku.
            Bacaan ku sudah hampir selesai, tiba tiba terdengar suara memanggilku, aku kaget. Segera ku tutup buku itu. Aku takut itu suara seseorang yang akan menyampaikan kabar buruk lagi padaku.
            Ku lihat keasal suara yang memanggil ku itu. Ooh! Ternyata Husna. Dia telah memasang senyum lebarnya disamping ku. Bukanya aku kaget karena kehadirannya, tapi aku kaget karena dia membawa sepeda. Kerumah ku ?! ya ampun, setahu ku, rumah Husna jauh dari rumah ku. Kuat sekali dia , mengayuh tungkai sepeda jandanya sejauh 8 km.
“Assalammu’alaikum Ukhti !” Salamnya kepada ku.
“Wa’alaikum salam …” Jawab ku.
“Mau kemana ? kok kelihatan bingung banget ?” Sambung Husna kepada ku.
“Hmmm .. mau kepasar, kamu ?” Jawab ku pada Husna.
“Mmmm, aku ? Mau ngaji .. Ikut yuk ? sama sama ngaji ? Ntar Husna temenin kepasar deh.?” Rayu Husna kepada ku dengan gaya nya yang khas.
“Mmm ? naik sepeda ? ngaji ?” Tanya ku heran.
“Ia ia lah ? Terus mau naik apa lagi ? Naik kuda lumping ? hehehe..” Jawab Husna sambil tertawa kecil.
“Aich, yakin kuat ? Ngaji nya dimana ?” Tanya ku lagi.
“Tu, di mesjid sana” Jawab Husna sambil menunjuk arah selatan ku.
            Ya ampun, yang benar saja, mesjid itu sangat jauh ! Mau kesana menggunakan sepeda ? Seperti khayalan aku akan ikut bersama nya.
“Yuk ?” Bujuk Husna kepada ku.
“Yakin pake sepeda ?” Tanya ku lagi dengan ragu.
“Iya, percaya aja deh ! Bisa kok ! Allah pasti akan membantu hambanya yang ingin berjuang dijalan Nya..” Jawab Husna meyakin kan ku.
            Akhirnya aku ikut bersama nya. Sungguh tegar iman Husna. Ia rela meluangkan waktunya, menguras tenaga nya untuk pergi mengaji. Sholehah benar dia ini. Ditengah perjalanan, tiba tiba terdengar suara derikan keras yang berasal dari sepeda Husna. Aku kaget, suara apa itu, aku langsung melompat turun dari goncengan belakang sepeda Husna. Kami pun berhenti dibawah teduhnya pohon akasia.
“Ih, suara apa tu Hus ?” Tanya ku bingung .
“Gak tau juga ni Thi, ” Jawab Husna kebingungan.
            Ternyata, rantai sepeda Husna putus. Ya ampun, kenapa putus nya disini sih ? kok bisa putus ya ? Aku hanya terdiam. Aku duduk terpaku ditepi jalan, melihat Husna yang gigih memperbaiki sepeda nya.
“Hus, Ukhti gak pake kerudung do ? gimana ni ?” Tanya ku, sambil memperhatikan nya.
“Tenang aja, Husna bawa kerudung lagi kok, Thi pake kerudung Husna aja..” Jawab nya sambil menebar senyum kepada ku sembari menghapuskan keringatnya.
“Oia, maaf Thi gak bisa bantu ya, Thi gak ngerti kalo masalah kaya ginian ?” Kata ku sambil memberi Husna minuman dingin.
“Oh, ya Allah, Alhamdulillah .. terimakasih ya Thi..” Kata Husna sambil meneguk minuman dingin tadi.
“Iya, gak apa kok. Ini nama nya perjuangan. Kalo kaya gini, Husna senang Ukhti .. Husna mendapat cobaan disaat Husna dalam perjalanan mau pergi ngaji. Husna senang banget !” Sambungnya lagi.
            Husna hanya tersenyum kepada ku. Kali ini, aku betul betul heran sekaligus kagum pada Husna. Dimana mana, orang pasti akan mengumpat jika mendapat cobaan dijalan. Tetapi Husna malah bersyukur, dan senang.
“Kok Husna senang sih ? kan seharusnya sedih ..” Tanya ku keheranan.
“Iya iya lah Husna senang, ini nama nya perjuangan dijalan Allah .. Nah, kalo kita sedang diperjalanan menuju sesuatu yang baik, itu dinilai pahala oleh allah, kita sudah berniat saja, itu sudah dihitung pahala. Dan apalagi, kalau seseorang itu meninggal ketika berjuang akan menuju tempat dia akan menuntut ilmu Allah, dia akan dianggap syahid Ukhti.. Maha pemurah Allah itu , dari sesuatu yang kecil saja, sudah dihitung pahala.. Iya kan ?” Jelas Husna kepada ku.
            Aku kagum akan Husna. Baru kali ini aku mendapat teman yang seperti dia. Dia bagai penerang hidup ku. Dia mengajarkan ku, dan menunjukkan ku sesuatu yang sebelumnya belum pernah ku ketahui. Ya Allah, terimakasih atas rahmat mu Ya Allah, engkau telah memberikan ku sahabat yang baik, dan membawa ku kejalan yang benar.
            Aku memandangi wajah polos Husna terus menerus. Keringatnya bercucuran, membasahi wajah mulusnya. Ia selalu tersenyum. Padahal, tangan nya sudah hitam terkena oli.
“Taaaaarrrraaaaa ! Finish deh!” Kata Husna mengaget kan ku.
“Dah siap ?” Tanya ku pada nya.
“Udah, yuk berangkat.” Jawab nya.
            Aku dan Husna pun melanjutkan perjalanan ku menuju mesjid. Sesampainya di mesjid Husna dengan tergesa gesa menuruni sepedanya. Ia takut ketinggalan materi pengajian hari ini.
“Yuk masuk. ” Kata Husna msambil menarik tangan ku.
“Malu Na, Thi pake celana jeans ?” Kata ku sambil menarik lagi tangan ku.
            Aku merasa malu. Para muslimah muslimah yang lain mengenakan rok dan pakaian yang serba longgar, sedangkan aku mengenakan celana jeans super ketat, dan baju kaus yang nge-pas dibadan ku.
“Maka nya, besok besok jangan mengenakan pakaian ini lagi. Jadi kalo Husna ngajak Ukhti ngaji mendadak, Ukhti siap. Lagi pula, Ukhti gak sesak nafas pake celana dan pakaian yang ketat seperti itu ?” Tanya Husna kepada ku, sambil membuka sepatunya.
            Aku merasa malu. Aku benar benar malu. Rasanya aku sangat menyesal membeli pakaian seperti ini. Tapi, untuk sekali ini, aku berani kan diri ku untuk masuk, mencari ilmu dijalan Allah, kan dihitung pahala..
            Para muslimah yang lain memerhatikan ku. Mungkin mereka merasa aneh dengan pakaian ku. Wajar saja, hanya aku yang mengenakan pakaian ketat didalam mesjid ini.
            Saat ku mendengar suara Husna mengaji, aku merasakan ada sesuatu hal yang dulu pernah hilang dari diri ku, dan datang kembali saat ku mendengar Husna melantun kan ayat ayat suci didepan kumpulan para muslimah. Suaranya sungguh indah. Hati ku langsung bergetar mendengarnya. Jiwa ku serasa tentram. Dan aku merasakan semua masalah masalah ku telah terselesaikan. Disaat saat menyebut nama Allah, ku rasakan jantung ku berdetak kencang. Nafas ku mulai tidak teratur. Bayangan bayangan akan dosa ku muncul didepan mata ku. Sosok Papa yang nakal tiba tiba datang, Mama yang selalu menangis melihat aku, Kak Hakim, dan tentunya Papa, dan kak Hakim yang ugal ugalan. Semua bayangan itu muncul didepan mata ku. Aku merasakan suatu getaran yang sungguh dahsyat. Tiba tiba, aku meneteskan air mata ku tanpa ku sadari.
“Kenapa menangis, ukhti ?” Tanya salah seorang jema’ah kepada ku.
“La(tidak), hanya teringat akan dosa ..” Jawab ku sambil menghapus air mata ku.
            Jema’ah tadi tersenyum kepada ku. Lalu ia memberikan ku sebuah al-Qur’an kecil.
“Ini, dibaca ya ? ini buat ukhti.” Kata jema’ah itu dengan manis kepada ku.
“Ya Allah, syukron ukhti ?” Kata ku dengan senang.
“Wa iya ki.” Jawab jema’ah itu sambil tersenyum lagi kepada ku.
            Entah kenapa, saat aku diberikan sebuah Al-Qur’an mini itu, hati ku terasa sumbringah. Ditengah tengah pengajian, aku berlari keluar. Aku berlari menuju termpat berwudhu. Ku basuh wajah ku dengan air wudhu, aku ingin menghilangkan seluruh pikiran ku yang buruk. Lalu ku kembali memasuki mesjid. Hati ku kembali bergetar mendengarkan para muslimah membacakan potongan surah an-nur dan surah al-ahzab,yang menjelaskan tentang hukum bagi wanita, yang wajib menutup auratnya. Jujur saja, air mata ku langsung mengalir deras. Aku benar benar menyesal. Selama ini aku selalu mengumbar aurat ku. Astagfirullah..
            Sepulangnya dari pengajian itu, Husna mengantarkan ku kepasar. Sepanjang perjalanan ia menyanyikan asma asma Allah. Suara nya begitu merdu. Aku terkesima mendengar suaranya. Sungguh, dia adalah teman yang baik yang diberikan oleh Allah kepada ku. Aku bersyukur kepada Allah, karena Allah telah memberikan ku teman seperti Husna.
“Husna ikut yuk ?” Ajak ku kepada Husna.
“Ah, enggak usah deh, Husna langsung pulang aja. Husna mau bantu umi buat mempersiapkan takziah nanti malam. Husna duluan ya Ukhti ?” Kata Husna pada ku. “Assalammu’alaikum ..” Sambungnya sambil berlalu.
            Aku memandangi kepergian nya. Ketika sosok nya mulai menghilang saat dilihat dari kejauhan, aku baru sadar, kerudung Husna masih bertengger dikepala ku. Awalnya aku ingin melepaskan nya tetapi, biar lah. Aku pun merasa nyaman mengenakan nya.
            Aku berkeliling sekeliling pasar. Tak sengaja aku lewat didepan toko langganan ku.
“Eh, Thi ! manis dang, kalo pake kerudung, kan kelihatan ayu nya. ” Kata Buk Man  pemilik toko langganan ku.
“Hehehe, ibu ni, bisa aja. Terimakasih lah buk..” Jawab ku malu malu.
“Eh, ada baju mode baru ni. Mau gak. Lengan pendek ?” Tawar Buk Man pada ku.
            Aku terdiam sejenak. Hati ku serasa bimbang. Hati ku rasanya ingin sekali membelinya, tetapi, dilain sisi, hati ku menolak untuk membelinya. Aku teringat saat pengajian tadi, aku ingin sekali menutup aurat ku.
“Mmm.. Thi lihat dulu lah ya buk, Thi mau kedalam cari yang lain dulu.” Tungkas ku.
“Iya lah, nanti kesini lah ..” Jawab buk Man.
“Insyaallah ..” Jawab ku sambil berlalu.
            Aku teruskan penjelajahan ku mengelilingi pasar. Tiba tiba, sayup sayup terdengar suara teriakan wanita tua dibelakang ku. Penasaran, aku berbalik kebelakang. Ternyata, ada sebuah toko kecil disudut pasar ini, yang sedikit berbeda dengan toko yang lain.
“Ayoo lah nak, beli kerudung nya .. 15 ribu dua..” Teriak nya pada ku sambil memegang kerudung persegi berwarna jingga ditangan nya.
“Warna kerudungnya bagus juga. Aku beli gak yah ?” Tanya ku didalam hati.
            Aku pun menghampiri ibu ibu paruh baya itu. hati ku pilu melihat ibu itu. Keadaan nya sungguh menyedihkan. Kedua belah kaki nya sudah tidak ada lagi.
“Mmm, beli ini ya buk, yang putih sama yang jingga ini.” Kata ku pada ibu itu
“Oh iya nak.” Jawab ibu itu bersemangat.
“Terimakasih buk.. ” Kata ku sambil menebar senyum ku kepada nya.
“Sama sama nak !” Jawab nya kegirangan.
            Aku pun kembali pulang membawa kerudung itu. Aku tidak menyadari, padahal tadi aku ingin membeli baju kaus, tetapi yang ku beli adalah kerudung. Aku hanya tersenyum sendiri melihat diri ku.
“Mungkin ni isyarat dari Allah, ” Bisik ku dalam hati.
            Tiba tiba aku teringat akan kata kata ceramah udstazah tadi, aku juga teringat akan lantunan ayat suci al-qur’an yang dibaca kan oleh Husna. Aku ingat, tadi ada salah seorang jama’ah yang memberikan ku al-qur’an mini. Aku langsung mengeluarkan nya dari saku celana ku. Aku pandangi al-qur’an itu. Ku rasakan tubuh ku bergetar.
“Ya Allah, ampuni aku .. Aku telah berbuat banyak dosa ya Allah ..” Bisik ku dengan pelan.
            Hari itu juga ku niat kan hati ku untuk berubah. Aku teringat kata kata Husna , yang mengatakan bahwa “Tobat tu jangan ditunda tunda .. ntar kalo dah telat bingung.”.  Jujur saja, kata kata itu selalu terngiang dipikiran ku.
 “Aku telah membeli kerudung, dan besok, aku akan mengenakan kerudung ini !” Teriak ku.
            Aku pun bergegas pulang. Tak sabar aku ingin memberitahu Mama dan Kak Hakim.
“Mmmm .. apa ya kata Mama ? pasti Mama senang dengar aku dah mau berubah.” Tanya ku didalam hati ku.
            Saat ku sampai didepan rumah ku, aku melihat sebuah mobil putih. Yang sepertinya itu bukan hal asing bagi ku. Aku berlari masuk kedalam rumah.
“Assalammu’alaikum, Mama, kak Hakiiiiiim ….!” Teriak ku cemas.
            Suasana didalam rumah begitu menegangkan. Banyak orang yang datang kerumah ku. Mereka masing masing membawa buku buku kecil yang bertuliskan “Surat Yasin”. Seketika aku langsung menangis. Aku berlari memasuki kamar ku.
“Mamaaaaaaaaaaaaaaa !”Teriak ku histeris.
            Kak Hakim datang menghampiri ku. Dia menepuk bahu ku, sambil tersenyum.
“Mama masih ada kok !” Kata nya lembut pada ku.
“Terus tu apa ?” Tanya ku sambil menghapus air mata ku.
“Istri kedua Papa meninggal, kecelakaan tadi pagi.” Jawab kak Hakim tenang.
            Aku hanya tersenyum malu. Segera ku keluar, ku kejar Mama, dan ku peluk erat erat tubuh nya.
“Mama jangan pergi dulu ya, lihat dulu Thi berubah dan berhasil banggain Mama.” Kata ku dengan terisak isak.
“Hmmm, Iya sayang, do’ain Mama punya cukup umur. Dah akh, jangan nangis, kita yasinan dulu yuk, do’ain istri kedua Papa.” Jawab Mama Lembut pada ku.**
            Malam sesudah acara yasinan dirumah ku, Papa duduk disamping ku.
“Thi, ma’afin Papa iya ?” Kata Papa sambil menepuk bahu ku.
“Kim, mau kan ma’afin Papa ?” Sambung Papa bertanya pada Kak Hakim.
            Aku dan Kak Hakim hanya diam. Aku tak mau memaaf kan Papa. Papa udah kejam kepada ku, kak Hakim, dan Mama. Dan dengan mudah nya dia mengucapkan kata ma’af setelah istri keduanya itu telah tiada. Kemana kesadaran nya selama ini ?! Melupakan anak dan istri pertamanya. Aku sungguh kesal dengan Papa.
“Ayo ma’afin ?” Kata Mama yang tiba tiba muncul diantara kami.
“Mama ni, iiiiih ..!” Kata ku kesal.
            Aku tidak sampai hati melihat wajah lembut Mama. Mama sungguh tegar. Mama begitu baik. Mama masih mau tersenyum dan memaafkan Papa, walau Papa sudah sekejam itu pada Mama,dia sungguh seorang wanita tegar! Aku bahagia mempunyai Mama sepertinya.
“Akkuu, aku, aku mau maafin Papa, asal Papa bakal minta maaf sama Mama. Dan kalo Papa kejam lagi, aku gak akan maafin Papa!” Teriak ku.
            Kak Hakim menatap ku tajam. Aku tidak tahu, apakah yang ku ucapkan salah ? Tapi, tiba tiba Kak Hakim pergi memasuki kamarnya, sambil membanting pintu kamarnya.
“Biarkan saja. Dia memang begitu.” Kata Mama lembut.
“Papa merasa bersalah.” Kata Papa dengan raut wajah yang sedikit menyesal.
“Emang Papa salah !!!” Teriak ku didalam hatiku.
            Aku pandangi wajah lembut Mama. Aku tidak sampai hati melihat Mama sedih. Air mata ku tiba tiba mengalir membasahi pipi ku. Aku langsung berlari menuju kamar kak Hakim.
“Kak, Thi gak tega ngelihat Mama. Mama kok baik banget sih Kak ?” Kata ku pada Kak Hakim sambil menghapus air mata ku.
“Kak juga gak tega lihat Mama. Mending kakak nge-band aja! Ikut gak ?” Ajak kak Hakim pada ku.
            Aku hanya diam memandangi nya. Aku sebenar nya sangat ingin ikut bersama nya, untuk menghilangkan kesedihan ku, tetapi aku teringat kata kata Husna. Segera ku berlari kekamar ku, ku ambil Al-Qur’an ku dan mukena ku.
“Kak, temenin Thi baca Qur’an yuk ? dari pada nge band, ngabisin uang. Kita cari pahala aja .. sedikit malam ini.. ?” Tawar ku pada kak Hakim dengan senyum ku yang menggoda.
            Tetapi kak Hakim hanya menganggap ku angin lalu. Ia menatap ku tawar, sambil berlalu meninggalkan ku. Aku rindu akan suasana harmonis keluarga ku. Secepat kilat ku tutup pintu rumah ku. Menghalangi kepergian kak Hakim.
“Kakak… Ayolah. Kali ini aja ? Ukhti kangen Kak, Ukhti pengen Kak, Ukhti pengen Kak ngajarin Ukhti ngaji irama? Kakak, pleaseeee ?? Percuma Kakak ngeJuarai lomba MTQ, tapi gak pernah Kakak amalin!” Rayu ku sambil meneteskan air mata ku.
            Kak Hakim tersenyum melihat ku, ia merangkul ku dan melepaskan jaket yang sudah ia kenakan sebelumnya.
“Untuk adik ku tersayang, aku akan ajari kamu ..” Kata kak Hakim tersenyum pada ku.
            Aku bahagia. Ternyata, resep pemberian Husna memang manjur. Hidayah Allah telah tercurahkan kepada kakak ku, Kak Hakim. Sungguh, Allah itu Maha Penyayang dan Pemurah!
Aku dan kak Hakim mengaji didalam kamar kak Hakim. Lantunan ayat ayat suci terdengar memenuhi rumah. Suara merdu kak Hakim memaksa Mama dan Papa untuk ikut melantunkan nya.
“Mama sama Papa ikut ya ?” Tanya Mama kepada ku dan Kak Hakim.
Mama masuk kedalam kamar kak Hakim, dan diikuti Papa dibelakangnya. Awalnya kak Hakim menatap Papa dengan sorot mata yang penuh kebencian. Melihat kejadiaan itu, ku lantunkan kembali ayat bacaan kak Hakim barusan. Mungkin itu bisa mengusir syetan yang bersarang dihati kak Hakim.
“Kak, lanjut lagi ?” Ajak ku.
            Kak Hakim menatap ku, aku hanya tersenyum. Aku kira ia akan keluar dari kamar, membanting pintu, dan sebagai nya, tetapi tidak. Ia tersenyum pada ku. Kemudian ia bergeser, memberi tempat untuk Papa. Sungguh, Ya Allah, hidayah mu sungguh besar kepada keluarga ku. Aku, Kak Hakim, Mama,dan Papa menghabiskan malam itu bersama,melantunkan ayat ayat suci al-qur’an. Syahdunya malam itu. sungguh baru kali ini ku merasakan kebersamaan yang begitu indah. Hidayah Allah telah tercurahkan kepada keluarga ku.**
            Pagi itu, aku beranikan diri ku, aku kuat kan mental ku seperti baja. Aku berdiri didepan kaca. Kupandangi wajah ku yang terbalut kerudung putih, menutupi hingga dada ku. Aku hanya tersenyum. Tekad ku sudah bulat hari ini aku akan memakai kerudung yang ku beli, kutepiskan perasaan takut akan ejekan dan cacian teman teman seperti halnya Husna.
“Ini semua Petunjuk dari Allah, yang disampaikan melalui Husna.” Bisik ku didalam Hati ku.
            Saat ku keluar dari kamar ku, aku tak sengaja menjatuhkan gelas minum malam tadi. Kak Hakim langsung keluar dari kamarnya. Begitu pula Mama dan Papa.
“Astagfirullah !” Teriak ku.
“Kenapa Thi ?” Tanya kak Hakim pada ku, yang saat itu dia masih mengenakan sarung kesayangan nya.
“Hehehe, gak ada, kesenggol sedikit aja, gelas nya jatuh. Btw, mau ronda pak ? kan udah pagi ?” Ejek ku pada kak Hakim.
            Mama dan Papa langsung tertawa melihat Kak Hakim. Kak Hakim pun tersipu malu dan berlari memasuki kamarnya. Kemudian tawa itu tiba tiba terhenti.
“Hmm.. Hmm .. Mau kemana ? gak sekolah ?” Tanya Mama padaku.
“Yah Mama. Sekolah dong, ni kan udah pakai seragam.” Jawab ku pada Mama sambil memegangi rok ku.
Mama melihat ku heran. Pandangan nya tertuju pada wajah ku. Papa pun seolah tak percaya.
“Apa yang aneh sih ?” Tanya ku dalam hati ku.
            Kak Hakim tiba tiba datang memecah keheningan. Ia terlihat tergesa gesa.
“Ukhti ? pakai kerudung siapa tu ? Mau kemana ?” Tanya kak Hakim mengejek ku.
“Ya kerudung Thi lah, and Thi mau kesekolah dong, masa ke mal” Jawab ku pada kak Hakim.
            Semua nya terdiam melihat ku, mereka seakan tidak percaya bahwa aku telah menutup kepala ku dengan balutan kerudung. Tapi, mereka semua harus percaya.
            Aku berangkat menuju sekolah bersama Kak Hakim. Dipersimpangan jalan sekolah ku, aku menyuruh Kak Hakim menurun kan ku disana. Aku ingin membelikan sarapan untuk Husna.
            Ku lanjutkan perjalanan ku menuju sekolah dengan berjalan kaki.
“Kok sepi sih ? Aku udah telat ya ?” Bisik ku pada diri ku sendiri.
            Aku datang memang lebih awal dari biasanya,ku nikmati saja suasana sepi pagi itu disekolah ku.
            Tatapan ku menerawang jauh kemasa lalu. Seandainya aku tidak bertemu Husna, mungkin aku tak seperti ini, dan seandai nya aku mati dalam keadaan kafir, aku tak sanggup mempertanggung jawabkan semua nya dihadapan Sang Khalik. Ya Allah, ampuni lah dosa hamba selama ini.
            Aku terus menelusuri koridor sekolah menuju kelas ku. Namun memang tidak satu pun siswa yang ku temui. Kulihat penjaga sekolah, dan aku pun menghampirinya.
“Assalammu’alaikum, Pak. Kok sampai sekarang belum ada siswa lain yang datang ya pak ?” Tanya ku.
“Hoalaaah, bagaiman toh ? kan hari ini sekolah akan dipakai untuk ujian guru. ” Jelasnya.
            Aduh, kenapa aku bisa sampai lupa. Aku pun pulang dengan lesu. Ku langkah kan kaki ku melewati gerbang sekolah.  Padahal rencananya aku akan menunjuk kan pada Husna, bahwa aku kini telah berkerudung. Tetapi apa boleh buat.
            Hari ini tanpa Husna, serasa aneh bagi ku. Tidak ada senda gurau Husna, ceramahnya yang menyentuh hati ku, dan tentunya wajah nya yang selalu tersenyum manis pada ku. Aku memutuskan untuk berjalan menuju rumahnya. 
“Sekalian ngaji, mending kerumah Husna. Cari pahala!” Kata ku sambil tertawa kecil.
            Dengan langkah seribu ku langkah kan kaki ku menuju rumah Husna. Dari kejauhan, ku melihat rumah Husna begitu ramai.  Banyak orang berlalu lalang keluar masuk dari rumah Husna.
“Wah, ada acara ni dirumah Husna, yees! Asyik, bisa makan daging gratis dong kalo gitu” Bisik ku didalam hati ku.
            Ketika tinggal beberapa langkah lagi menuju rumah Husna, firasat ku mulai tidak enak. Ku semakin mendekat ke rumah Husna. Ternyata dugaan ku salah. Terdengar suara tangisan dari dalam rumah Husna.  Aku melihat seorang ibu paruh baya yang menangis tersedu sedu disana. Aku rasa aku kenal baik dengan nya. Ia langsung merangkul ku,  ia menggiring ku memasuki rumah menuju sekumpulan orang. Aku yang tak tau apa apa, aku hanya diam terpaku. Apa yang terjadi ? Tanya ku. Ia hanya diam menatap ku.
            Ia menunjukkan ku sebuah raga yang tergeletak tak bernyawa ditengah kerumunan itu. wajah nya ditutupi kain putih transparan. Didalam hati ku, aku merasa cemas. Ku dekati jenazah itu, orang orang disekitar ku membantu ku membuka kain putih transparan yang menutupi wajah jenazah itu.
            Begitu panik nya aku ketika melihat jenazah itu. wajah ku pucat pasi. Degup jantung ku serasa semakin kencang. Tangan ku dingin, dan mulut ku tak sanggup untuk mengucapkan sebuah kalimat.
            Hari ini cuaca sangat cerah , namun berubah menjadi badai lebat. Bibir ku memang tak sanggup untuk ku gerakkan. Mata ku menerawang kearah sang surya, cahayanya membuat mata ku gelap. Ku coba menguasai diri ku dengan mengucap istighfar berkali kali.  Aku benar benar tak percaya. Aku duduk bersimpuh disamping jenazah Husna, menerima kenyataan yang ada.
            Husna telah tiada, penyakit Thalassemia yang bertahun tahun bersarang didirinya kini dengan atas izin Sang Khalik telah merenggut nyawanya. Dan Sang Khalik telah menempatkan Husna ditempat yang sudah disediakan-Nya untuk Husna.
            Sebenarnya, aku belum ikhlas menerima ini, aku menyesal tidak dapat menunjukkan pada Husna bahwa aku telah melaksanakan kewajiban ku, dan aku berhasil mendamaikan keluarga ku. Tapi, Sang Khalik telah memangilnya. Aku harus ikhlas melepasnya.
            Masih terekam kuat di memori otak ku, saat saat terakhir aku bersamanya. Wajah nya pucat pasi, ia mengatakan kepada ku “Seandainya Islam dapat tegak dengan seorang diri, tidak perlu Nabi Musa mengajak Harun, tidak perlu Rasullullah mengajak Abu Bakar untuk menemaninya hijrah. Meskipun seorang pengemban dakwah itu adalah orang yang alim, faqih, dan memiliki azam yang kuat, tetapi tetap saja ia adalah seorang manusia yang lemah, dan membutuhkan bantuan saudaranya, meskipun saudaranya memiliki banyak keterbatasan. Anti(kamu) adalah sahabat terbaik ana(saya) Thi, dan sesungguhnya, setiap pertemuan itu pasti akan ada perpisahan. Semoga, suatu saat nanti kita dipertemukan oleh Allah disuatu tempat yang disana tidak akan ada perpisahan. ”
            Maha Besar Allah yang telah menghidupkan dan mematikan manusia. Kita sebagai manusia memang mempunyai rencana. Tetapi Allah yang menakdirkan. Biar lah kehendak-Nya berada diatas kehendak kita. Karena itu lah yang terbaik untuk kita.  Allah telah memberiku sahabat yang baik seperti Husna dihidup ku, semoga kelak Allah juga yang akan mempertemukan ku dengan nya di jannah-Nya yang abadi. Ia akan ku jadikan sebagai SAHABAT DUNIA AKHIRAT KU.
*********
            Sebulan setelah kepergian Husna, aku merasa sepi. Teman ku yang selalu mengingat kan ku jika aku berbuat dosa, mengajak ku mengaji, dan memberikan ku motivasi. Aku hanya duduk diam melihat lihat kenangan ku bersama Husna. Tiba tiba aku tersentak, pandangan ku jauh menerawang koridor sekolah ku, kulihat sosok tegap berwibawa yang menyandang ransel besar dibahunya.
“Siapa tu ? ” Tanyaku pada diriku sendiri.
            Sosok itu pun semakin mendekat dengan ku, ketika jarak nya tinggal beberapa meter lagi dari ku, mata ku langsung terbelalak melihatnya. Ku pasang kan langkah seribu ku menuju keruang kelas ku.
            “Hmmm.. Hmm, semuanya, harap tenang.” Kata Pak Hasyim, Bapak kepala sekolah ku.
            Pak Hasyim berdiri didepan ruang kelas ku, ia mengumumkan tentang guru baru yang akan mengajar dikelas ku. Yah aku tidak terlalu mementingkan itu, karena bagi ku, siapa pun yang mengajar , itu sama saja, yang penting ilmu itu tersampaikan kepada ku.
            Saat sosok lelaki muda itu memasuki ruang kelas ku, jujur saja aku kaget bukan main. Mata ku terus memelototi seorang pria tegap mengenakan kemeja coklat yang berdiri tepat disamping Pak Hasyim. Aku mengenal pria itu.
“Astagfirullah, Kak Hakim ?” Kata ku didalam dengan berbisik, seakan tak percaya.
            Pak Hasyim mengenalkan pria itu kepada kami.
“Nah anak anak, kenalkan bapak ini adalah guru baru yang akan mengajar dikelas kalian menggantikan Pak Bagyo. Nama nya Pak Hakim.” Tegas Pak Hasyim.
            Ya Allah, kak Hakim menjadi guru disekolah ku ? Memang 1 bulan ini dia tidak berada dirumah, dia menyelesaikan study nya untuk mendapatkan gelar Profesornya sebagai sarjana Teknik. Aku hanya diam melihat nya. Seakan tak percaya kakak ku yang dulunya seorang pembangkang, pemalas, yang selalu menghabiskan waktunya dengan aktivitas band nya, kini menjadi guru ? Aku hanya tertawa kecil.
“Assalammu’alaikum anak anak, kenal kan nama saya Muhammad Hakim Alfatih. Kalian semua bisa memanggil saya Pak Hakim.” Jelasnya dengan singkat sambil melirik kearah ku.
            Huh, gaya nya memang sudah berubah drastis, dulu tangan nya penuh dilingkari oleh karet karet gelang berwarna hitam, kuku nya panjang, dan pakaian nya selalu bertema kan hal hal yang bathil. Alhamdulillah Ya Allah, engkau telah memberikan hidayah mu kepada kakak ku, Kak Hakim. Aku menjadi rindu dengan Husna.
            Suasana kelas ku betul betul gaduh. Seluruh siswa dikelas ku sibuk membicarakan tentang kedatangan Kak Hakim yang langsung menduduki jabatan wali kelas.
“Huuh, mudah kok dapetin bapak itu. aku lirik sedikit pasti bakal klepek klepek dia.” Kata Selly dengan angkuh.
            Sombong sekali dia. Aku tertawa kecil mendengar kata katanya. Aku hanya berfikir, kapan kah Selly berubah dan mengingat kematiannya, jika hidupnya hanya dihabiskan dengan berfoya foya, berdandan, mengumbar aurat, dan sibuk membicarakan orang lain.
“Ups, Sellly.. jangan angkuh. Jodoh itu ditangan Allah! Sudah lah, cukup mengumbar aurat kamu itu. tobat lagi, kiamat sudah dekat !” Kata ku mengingatkan Selly.
            Dia menatap ku dengan angkuh. Lalu ia melepaskan ikatan rambutnya, geraian rambutnya membuat mata ku terasa perih.
“Mmm.. anak alim baru. Pengganti si Sok alim ! bilang aja sirik ! kalo ntar Pak Hakim gak ngelirik loe ! Coz, bentuk loe yang meragukan, emak emak atau anak sekolahan tu ! hahhahahaaha..” Cemo’oh Selly kepada ku.
            Aku hanya berusaha sabar menghadapi Selly, aku berusaha mencontoh sikap Husna yang selalu tersenyum walaupun telah dilempari batu sekalipun. Aku pernah menawari Selly untuk ikut pengajian dimesjid dekat sekolah, tetapi ia hanya mengabaikan ajakan ku. Mungkin suatu hari ia akan sadar.***
            Aku melihat Nimrod duduk termenung dibangku taman didepan kelasku pagi itu. memang belakangan ini Nimrod terlihat murung. Selly pun tidak bersama Nimrod. Aku menghampirinya.
“Assalammu’alaikum.. kok bengong ? Gak baik loh, mending baca Al-qur’an atau baca buku.” Kata ku pada Nimrod.
“Kumsalam. Gak usah sok jadi pahlawan !” Bentaknya kepada ku.
            Aku hanya diam sejenak. Mengambil nafas panjang, dan menyebut istighfar berkali kali. Lalu aku kembali berbicara kepada Nimrod, berusaha mendakwahinya.
“Jawabannya kok kumsalam sih ? kan seharusnya wa’alaikumsalam !” Kata ku memecah kemarahan Nimrod.
            Aku bingung melihatnya. Ada apa dengan nya. Aku duduk dibangku taman yang berada tidak jauh dari tempat duduk Nimrod. Aku mengeluarkan Al-qur’an kecil dari saku rok ku. Dan aku memulai untuk membacanya. Tidak ku sangka, disaat ku lengah ternyata Nimrod mendengarkan ku dengan serius.  Aku menutup Al-qur’an ku. Dan ku coba bertanya baik baik kepada Nimrod, dengan keyakinan penuh bahwa Allah akan membantu ku. Nimrod pun perlahan luluh, ia menceritakan seluruh permasalahannya kepada ku.
“Mmmm.. Jadi begitu ? Udah, jangan diambil pusing..” Kata ku menenagkan nya.
            Dia menatap ku dalam,”Aku rasanya sedih banget, Selly dan keluarganya seakan acuh tak acuh pada permasalahan keluarga ku.” Jawabnya dengan suaranya yang terdengar seperti akan menangis.
            Aku kasihan padanya. Permasalahannya hampir serupa dengan permasalahan ku. Mungkin Nimrod butuh teman dan tempat untuk dia menceritakan permasalahannya dan yang dapat memberinya motivasi. Tetapi aku tidak bisa membantunya banyak, aku hanya menyarankan kepadanya, agar datang dipengajian putra nanti dimesjid dekat sekolah ku. Ia hanya mengangguk lesu.***
            Malam ini,  aku berniat ingin melaksanakan sholat tahajud. Ku stel alarm ku kearah angka 2. Lalu aku berlari keluar kamar ku, menuju kamar Mama dan Papa.
“Assalammu’alaikum, Maaa, Paa, ntar malam sholat tahajud berjama’ah yuk ? Nambah tabungan buat diakhirat ?” Rayu ku sambil tersenyum.
“Wa’aalaikum salam, ok deh , jam berapa ? ” Jawab Mama dan Papa serempak.
“Jam 2 ya,” Jawab ku kegirangan.
            Mama dan Papa mengangguk mengiyakan permintaan ku. Aku pun bergegas berlari menuju kamar ku. Ku baringkan tubuh ku diatas ranjang kesayangan ku, ku peluk buku pemberian Husna dahulu kepada ku. Dan ku biarkan angan ku terbang menuju mimpi ku malam ini.
            Suara deringan alarm ku menguasai seluruh ruangan kamar ku. Aku langsung bergegas keluar kamar ku, mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat tahajud. Mama dan Papa sudah dari tadi menunggu ku.
“Yuk mulai ?” Kata ku pada Mama dan Papa.
“Mmmm,” Jawab Papa pada ku.
“Eh tunggu, sama sama dong!” Teriak Kak Hakim yang tiba tiba muncul.
“Kak Hakim ? Kapan pulang ?” Tanya ku heran.
            Kak Hakim hanya tersenyum melihat ku, begitu pula dengan Mama dan Papa. Aku hanya heran menatap nya. Tapi, ya sudahlah, Papa pun memulai sholat.
            Didoa’a ku , aku bersyukur kepada Allah, aku beruntung mendapatkan kejernihan pikiran, dan telah diberikan sahabat yang baik didalam hidup ku. Jika saja aku tidak bertemu dengan Husna, aku tidak tau akan bagaimana hidup ku, dan keluarga ku. Berkat pertolongan Allah yang melalui Husna, aku dapat mengembalikan kondisi keluarga ku menjadi utuh kembali. Dan berkat pertolongan Allah juga, aku dapat melaksanakan kewajiban ku sebagia seorang muslimah. Aku juga berdo’a kepada Allah, semoga Nimrod dan Selly dapat berubah, dan kembali menggunakan hidayah yang telah diberikan Allah kepadanya. Dan semoga suatu saat nanti mereka dapat menyadari itu. Diujung do’a ku, aku bersyukur, karena telah diberikan kejernihan pikiran, dan hidayah yang tidak terkira harganya.**
            Suatu hari, aku kaget melihat Nimrod. Ia berubah drastis. Ya Allah, sungguh besar karunia mu. Nimrod tersenyum kepadaku, dan berlalu sambil mengucap salam. Dibelakangnya ada seorang wanita berkerudung menyandang tas, aku tidak melihat jelas wajahnya, tapi aku tau persis jenis suaranya, ya! Itu Selly! Mereka kini telah kembali kejalan Allah, Alhamdulillah. Satu hidayah lagi untuk ku. **
            Sesungguh nya, hidayah itu tidak tergantung akan keberuntungan. Dan perlu dipahami, selama ini, Allah telah memberikan hidayah nya kepada kita. Ya, hidayah itu adalah “Pikiran” kita. Dengan pikiran tadi kita dapat berfikir dan membedakan. Hanya manusia saja yang malas untuk berfikir dan menyadarinya. Yang selalu berangan angan akan hidayah yang akan datang. Padahal sesungguh nya hidayah itu sudah ada pada dirinya sendiri.
            Dan dari semua ini, aku belajar akan hidayah pemberian Allah yang telah lama ku mati fungsikan. Didalam hati ku, aku bertekad untuk memajukan generasi Islam selanjutnya. Amin.