Sahabat dunia akhirat
Dipagi yang cerah itu, suara kokokkan
ayam jantan milik tetangga ku, berkokok dengan lantang nya, membangun kan ku
dari tidur ku yang lelap. Cahaya matahari menyusup masuk melalui celah-celah
kecil tirai jendela kamar ku, yang memaksa ku untuk beringsut turun dari tempat
tidur ku.
“Telat terus kamu Ukthi !” Omel kakak ku
kepada ku.
“Afwan lha,
Thi tadi lupa pasang alarm” Alasan ku kepada kak Hakim, kakak semata wayang ku
itu.
“Banyak aja
alasan tu. Thi, papa mana?” Tanya kak Hakim kepada ku.
“Ntaah lah!
Papa gak mau pulang mungkin, udah betah sama istri barunya!” Jawab ku dengan
nada sedikit membentak.
Kak Hakim
hanya diam, dia mungkin tidak dapat memarahi ku kali ini, karena dia juga tahu,
papa memang begitu semenjak bertemu dengan wanita tidak benar itu.
*********
Pagi itu, aku duduk termenung
ditengah kegaduhan ruang kelas ku. Tiba tiba aku tersadar dari lamunan ku,
ketika bapak wali kelas ku memasuki ruang kelas ku sambil memukul tivi
kelas(papan tulis) untuk menghentikan kegaduhan dikelas XI.1 IPA SMA 2 karya itu.
Dengan suara tegas bapak itu
berkata,”Harap tenang !”. kumis tebal nya bergerak naik turun saat ia
berbicara, dan tentu saja hal itu membuat siswa siswa satu kelas ku menahan
tawa diperut mereka, yang membuat perut sakit bukan main.
Lepas dari itu, bapak wali kelas ku
mempersilahkan seorang siswa yang asing bagi ku. Mungkin dia siswa baru.
“Nah anak-
anak, kalian kedatangan teman baru dikelas ini. Dia pindahan dari SMA Binaan
Karya 1. Nah nak, silahkan kenal kan diri mu.” Kata Pak Bagyo, wali kelas ku,
kepada siswa baru itu.
“Assalammu’alaikum,
ukhti dan akhi.” Kata siswa baru itu.
Jujur saja, kenapa dia tau nama ku ? Hei! Bukan kah dia siswa
baru, tapi kenapa dia tahu ya ? Hehe.. tentu lah, kawan, ukthi itu kan sebutan
saudara perempuan didalam bahasa arab.
“Huuuuuuuuu
!! sok sok bahasa arab, bahasa inggris aja gak bisa!” Sorak Nimrod anak paling
usil dikelas ku, kepada siswa baru itu sambil melempari nya dengan sebuah
kertas.
“Nama saya Nurhayati Al-Husna. Teman – teman
bisa panggil saya Husna.” Kata siswa baru itu dengan lembut.
“Husnaaaaaah
! Hoalaah .. Hahaha ” Cemo’oh Selly
kepada siswa baru itu.
Siswa baru
itu hanya tersenyum kepada manis Kepada Selly.
“Sudah
sudah, tenang! Nah Husna, kamu duduk disana ya, dibangku kosong disamping
Nuraini.” Perintah Pak Bagyo.
Siswa baru itu duduk dibelakang ku.
Tepat dibelakang ku. Semua anak anak kelas ku mengejek nya dengan kata kata
yang super sadis. Aku kasihan kepadanya. Jika aku menjadi dia, akan ku lempar
mereka dengan sebuah batu besar, atau akan ku sumpal kan mulut mereka dengan
bulatan kertas. Agar mereka diam, dan berhenti mengejek ku. Tetapi, siswa baru
ini hanya diam, bukan nya marah, dia malah menebar senyum manisnya kepada anak
anak jahil itu. Sungguh sabar nya gadis ini.
Saat jam pelajaran berakhir, seluruh
siswa keluar dari ruang kelas, sambil
mengejeki siswa baru itu, ada yang bilang sok baik lah, sok alim lah, bertubi
tubi cemo’ohan itu dilontar kan oleh mereka. Tidak ketinggalan Nimrod. Ia melemparkan kecoa
kecoa kecil kepada siswa baru itu. Tentu lah aku tau bagaimana sakitnya
diacuhkan oleh teman teman, dijahili , karena itu merupakan makanan sehari hari
ku. Ia bernasib sama seperti ku. Sejak pertama aku bersekolah disini, tak ada
seorang pun diantara mereka yang mau mendekati ku. Mereka selalu mengatai ku
egois, sok pintar , jaim lah, sombong, pokok nya semua yang jelek jelek deh.
Saat suasana sudah mulai sunyi, ku
beranikan diri ku untuk membalikkan badan ku kearahnya. Kupandangi dia,
kelihatan nya dia baik baik saja, tidak ada yang salah dengan nya. Hanya saja,
ia mengenakan kerudung yang cukup dalam.
Kuperhatikan, ia manis juga. Dan sepertinya
dia ramah. Ku beranikan diriku untuk mengucapkan salam kepadanya, sambil
menjelaskan kepadanya tentang kelas ku ini.
“Assalammu’alaikum.”
Sapa ku padanya.
“wa’alaikum
salam,” Jawabnya lembut.
“Mmm.. Tadi
itu namanya Nimrod, dia memang seperti itu, dimaklumi aja. Satu sekolah sudah
tau kok, dia itu anak ternakal satu sekolah ini. Dan cewek yang duduk disamping
Nimrod itu nama nya Selly, dia itu sepupunya Nimrod. Jadi tak heran sifat
mereka hampir serupa.” Jelas ku pada siswa baru itu.
“Oh, iya.
Tidak papa. Terimakasih ya atas infonya.” Jawabnya kepada ku.
Siswa baru
itu hanya menganggukkan kepala nya sembari tersenyum kepada ku.
“Nama anti
siapa ?Tadi kurang jelas, karena gaduh.” Sambung ku dengan gugup.
Sambil
tersenyum ia mengulurkan tangan nya kepada ku,“Nurhayati Al- Husna. Anti ?”
“ Nuraini
Ukhti,panggil aja Ukhti” Jawab ku kepadanya. Ia tersenyum lebar kepada ku.
“Nama yang
bagus, ” Puji nya lembut.
“Syukron!
Hehe,nama Husna juga bagus kok!” Kata ku sambil senyum senyum malu. “Oia, Husna
kenapa pindah ? padahal kan SMA Binaan K 1 itu, SMA yang bagus, favorit lagi.
Kok pindah kesini sih ? ” Sambung ku pada Husna.
“Mmm.. Husna
di D-O Ukhti.” Jawabnya.
“Karena apa?
Upps, kalau Ukhti boleh tau aja..?”Tanya ku penasaran.
“Begini,
disekolah Husna yang lama, tidak diperbolehkan siswa nya menyambung seragam
nya,membentuk jilbab.Sebenarnya sudah beberapa kali kena tegur,dan akhirnya di
D-O. Husna juga nggak sendirian, ada 15 siswa lagi yang di D-O juga bersama
Husna.” Jawabnya kepada ku sambil mengeluarkan sebuah buku.
“Kenapa
seragam nya disambung ? Buat apa ?” Celoteh ku lagi ingin tau.
Husna hanya
tersenyum kepada ku. Lalu ia menyodor kan ku sebuah buku.
“Baca lah,
nanti Ukhti tau. Ada disini kok pembahasan nya.” Kata Husna lembut kepada ku.
Aduh, aku kan pemalas. Buku
pelajaran aja aku malas membacanya, apalagi buku seperti ini. Tapi, aku hargai
niat baik nya. Ku terima saja buku itu.
******
Udara pagi menyusup masuk keseluruh
ruangan kamar ku. Menghembuskan aroma bunga lavender yang ku letak kan dibawah
jendela kamar ku. Aroma harum bunga itu menjaga kan ku dari tidur ku, ku
beringsut turun dari tempat tidur ku, dan membuka jendela . begitu syahdu pagi
itu. Tak pernah seumur hidup ku , ku merasa kan seperti ini. Ku balikan badan
ku, menuju kamar mandi, bersiap siap untuk pergi kesekolah.
Saat ku merapikan buku buku
pelajaran ku, ku lihat buku pemberian Husna kemarin.
“Aakh .. Malas banget baca buku .” Ujar ku
didalam hati.
Lalu ku
ambil buku itu, dan ku letak kan di meja belajar ku. Ku tinggal kan buku itu,
untuk pergi sarapan. Tetapi, langkah ku tiba tiba terhenti, ku berbalik masuk
ke kamar ku. Ku perhatikan buku pemberian Husna itu. Lalu ku ambil, aku membuka
lembaran demi lembaran buku itu. Ku rasa tenggorokan ku terasa kering hingga ku
langkah kan kaki ku menuju dapur mengambil minum.
“Budhe, mama
dimana ?” Tanya ku sambil membuka pintu kulkas.
“Ibu baru
saja pergi keluar kota.”Jawab Budhe pada ku.
“Papa ?”
Sambung ku lagi.
“Bapak belum
pulang. Mungkin ibu pulang seminggu lagi, dan bapak, mungkin nanti malam
pulang.” Jelasnya kepada ku.
Tak terasa air mata ku meleleh
membasahi pipi ku. Aku termenung membayangkan kebersamaan keluarga ku. Aku
ingin sekali keluarga ku berkumpul. Tapi, segera ku tepiskan hal mustahil itu,
mengingat kondisi rumah ku yang sedang runyam. Cepat cepat ku hapuskan air mata
ku. Ku bersiap diri untuk pergi kesekolah.
Sepanjang perjalanan, aku hanya
membolak balik buku itu. Ku baca riwayat penulisnya, cover depan nya, penerbit
nya, tetapi ku tidak membaca isi buku itu. Aku bimbang, disuatu sisi aku ingin
membaca buku itu, agar ku tau alasan Husna mengapa dia menyambung baju nya.
Tapi disisi lain aku malas untuk membaca.
Sesampainya ku disekolah, yah
seperti biasa. Aku berjalan sendiri. Karena tak ada yang mau mendekati ku.
Hingga tiba tiba kak Hakim mengejutkan ku dari depan. Dia datang dengan tergesa
gesa. Nafas nya tersengal sengal. Keringatnya bercucuran, sehingga membuat
kemeja yang dikenakannya basah.
“Heeeeh.. heeeh..
heeeh.. Thi, heeh.. heeh.. Thi, Mama !” Kata kak Hakim pada ku dengan nafas
yang tersengal sengal. Jujur saja aku bingung apa yang dimaksud kak Hakim. Lalu
ku suruh ia beristirahat sejenak, meminum aqua gelas. Dia melanjutkan kata
katanya dengan isak tangis. Ada apa ini ? Ternyata dia datang, untuk
menjemputku. Dia menyampaikan kabar bahwa Mama kecelakaan. Sontak aku langsung
histeris, ku berlari menuju mobil. Untuk melihat mama.
Saat ku sampai disebuah rumah sakit
islam itu, ku bingung akan apa yang ku lakukan. Karena paniknya aku, aku
menjatuhkan vas bunga dimeja administrasi. Ya allah, aku memang benar benar
panik. Aku sayang dengan Mama. Aku tak ingin kehilangan nya.
Ku dapati Mama terbaring kaku di
kamar rumah sakit, dengan selang infus ditangan kiri nya. Mama hanya tertidur.
Ku peluk Mama dengan erat. Karena pelukan ku yang erat, membuat Mama bangun
dari tidurnya.
“Ukhti..
Sakit Mamanya” Kata Mama.
“Ukhti takut
kehilangan Mama! Mama jangan sakit!” Teriak ku disertai air mata.
“Iya, Mama
sama Ukhti ” Jawab Mama pelan.
Suara tangisan meramaikan suasana
kamar pagi itu. Saat aku sedang menemani Mama yang tertidur, ku diam
memandanginya. Ku merasa suntuk, dan ku ingat, buku pemberiaan Husna kemarin.
Kali ini aku tidak lagi menunda nunda, langsung ku buka lembaran pertama, ku baca
ayat ayat suci Allah yang dituliskan diawal buku itu. Lembaran demi lembaran
telah ku baca,tak terasa hari telah senja ,terdengar suara merdu azan Magrib
berkumandang. Seketika hati ku bergetar. Langsung terpikir oleh ku akan dosa
dosa ku telah meninggalkan sholat. Ku bersegera menuju musshola rumah sakit,
dan menunaikan sholat magrib itu bersama Kak Hakim, yang telah datang terlebih
dahulu.
Usai sholat magrib, ku sempat kan
untuk membaca mushaf mushaf Allah bersama Kak Hakim. Aku merasa beban dipikiran
ku hilang begitu saja. Hati ku terasa tentram. Jiwa ku damai mendengarkan
lantunan ayat ayat suci itu. Rasanya ku ingin menghabiskan waktu ku dengan
membaca ayat ayat suci itu. Tetapi, Mama sendirian. Aku harus menemani Mama.
Saat saat ku menemani Mama, ku
lanjut kan membaca buku pemberian Husna itu. Banyak hal yang tidak ku mengerti.
Mungkin karena ku tidak pernah mengetahui lebih dalam tentang agama ku. Aku mencatat
hal hal yang tidak ku mengerti, agar bisa ku tanyakan kepada Husna esok saat ku
bertemu dengannya disekolah.
*******
Dari buku pemberian Husna aku
mengenal banyak hal. Tetapi banyak juga yang tidak ku ketahui. Rasanya aku tidak sabar untuk kembali
kesekolah, dan menanyakan hal hal yang
tidak ku ketahui pada Husna.
Sebanyak waktu yang telah ku sia sia
kan, kini aku tidak ingin menyia-nyiakan waktu ku lagi. Aku ingin menambah
wawasan agama ku bersama Husna. Detik detik kehidupan ku telah ku lalui bersama
Husna. Aku selalu bertanya tentang hal yang tidak ku ketahui, dan Husna
menjawab dengan apa yang ia ketahui. Selalu sabar mengajariku akan agama ku,
hingga sedetil detilnya agar aku paham. Sungguh ia adalah orang yang tepat
untuk dijadikan sahabat yang baik.
Bersama Husna aku belajar banyak.
Aku perlahan mulai paham akan agama ku. Rasa sedih ku sedikit demi sedikit
mulai terobati dengan kehadiran Husna. Ia adalah adalah teman yang baik. Aku
menjadikan nya sahabat ku. Ia adalah sahabat yang mau memberikan ku solusi dan
motivasi akan segala keluhan ku. Dia juga sering memberi ku buku buku tentang Islam.
Ternyata , dari buku buku itu aku bisa paham, bahwa ISLAM adalah solusi terbaik
dari berbagai solusi. Islam itu ternyata tidak serumit yang ku pikirkan. Islam
itu indah.***
Sore itu, aku berencana akan pergi
kepasar membeli pakaian. Tetapi tiba
tiba ban sepeda motorku bocor, terpaksa aku mendorong motor itu pulang, dan
menunggu bus di halte dekat rumah ku.
Berjam jam ku menunggu bus dihalte
itu. Ku lihat kiri dan kanan , berharap akan ada bus yang datang.
“Hiiiiih..
bus nya mana sih ?” Keluh ku dengan kesal.
Sembari menunggu ku kembali membaca
buku pemberian Husna. Sedikit butuh waktu yang lama untuk ku dapat memahami
buku ini. Ditambah lagi, aku yang jarang mengkaji tentang agama ku.
Bacaan ku sudah hampir selesai, tiba
tiba terdengar suara memanggilku, aku kaget. Segera ku tutup buku itu. Aku
takut itu suara seseorang yang akan menyampaikan kabar buruk lagi padaku.
Ku lihat keasal suara yang memanggil
ku itu. Ooh! Ternyata Husna. Dia telah memasang senyum lebarnya disamping ku.
Bukanya aku kaget karena kehadirannya, tapi aku kaget karena dia membawa
sepeda. Kerumah ku ?! ya ampun, setahu ku, rumah Husna jauh dari rumah ku. Kuat
sekali dia , mengayuh tungkai sepeda jandanya sejauh 8 km.
“Assalammu’alaikum
Ukhti !” Salamnya kepada ku.
“Wa’alaikum
salam …” Jawab ku.
“Mau kemana
? kok kelihatan bingung banget ?” Sambung Husna kepada ku.
“Hmmm .. mau
kepasar, kamu ?” Jawab ku pada Husna.
“Mmmm, aku ?
Mau ngaji .. Ikut yuk ? sama sama ngaji ? Ntar Husna temenin kepasar deh.?”
Rayu Husna kepada ku dengan gaya nya yang khas.
“Mmm ? naik
sepeda ? ngaji ?” Tanya ku heran.
“Ia ia lah ?
Terus mau naik apa lagi ? Naik kuda lumping ? hehehe..” Jawab Husna sambil
tertawa kecil.
“Aich, yakin
kuat ? Ngaji nya dimana ?” Tanya ku lagi.
“Tu, di
mesjid sana” Jawab Husna sambil menunjuk arah selatan ku.
Ya ampun, yang benar saja, mesjid
itu sangat jauh ! Mau kesana menggunakan sepeda ? Seperti khayalan aku akan
ikut bersama nya.
“Yuk ?”
Bujuk Husna kepada ku.
“Yakin pake
sepeda ?” Tanya ku lagi dengan ragu.
“Iya,
percaya aja deh ! Bisa kok ! Allah pasti akan membantu hambanya yang ingin berjuang
dijalan Nya..” Jawab Husna meyakin kan ku.
Akhirnya aku ikut bersama nya. Sungguh
tegar iman Husna. Ia rela meluangkan waktunya, menguras tenaga nya untuk pergi
mengaji. Sholehah benar dia ini. Ditengah perjalanan, tiba tiba terdengar suara
derikan keras yang berasal dari sepeda Husna. Aku kaget, suara apa itu, aku
langsung melompat turun dari goncengan belakang sepeda Husna. Kami pun berhenti
dibawah teduhnya pohon akasia.
“Ih, suara
apa tu Hus ?” Tanya ku bingung .
“Gak tau
juga ni Thi, ” Jawab Husna kebingungan.
Ternyata, rantai sepeda Husna putus.
Ya ampun, kenapa putus nya disini sih ? kok bisa putus ya ? Aku hanya terdiam.
Aku duduk terpaku ditepi jalan, melihat Husna yang gigih memperbaiki sepeda
nya.
“Hus, Ukhti
gak pake kerudung do ? gimana ni ?” Tanya ku, sambil memperhatikan nya.
“Tenang aja,
Husna bawa kerudung lagi kok, Thi pake kerudung Husna aja..” Jawab nya sambil
menebar senyum kepada ku sembari menghapuskan keringatnya.
“Oia, maaf
Thi gak bisa bantu ya, Thi gak ngerti kalo masalah kaya ginian ?” Kata ku
sambil memberi Husna minuman dingin.
“Oh, ya
Allah, Alhamdulillah .. terimakasih ya Thi..” Kata Husna sambil meneguk minuman
dingin tadi.
“Iya, gak
apa kok. Ini nama nya perjuangan. Kalo kaya gini, Husna senang Ukhti .. Husna
mendapat cobaan disaat Husna dalam perjalanan mau pergi ngaji. Husna senang
banget !” Sambungnya lagi.
Husna hanya tersenyum kepada ku.
Kali ini, aku betul betul heran sekaligus kagum pada Husna. Dimana mana, orang
pasti akan mengumpat jika mendapat cobaan dijalan. Tetapi Husna malah
bersyukur, dan senang.
“Kok Husna
senang sih ? kan seharusnya sedih ..” Tanya ku keheranan.
“Iya iya lah
Husna senang, ini nama nya perjuangan dijalan Allah .. Nah, kalo kita sedang
diperjalanan menuju sesuatu yang baik, itu dinilai pahala oleh allah, kita
sudah berniat saja, itu sudah dihitung pahala. Dan apalagi, kalau seseorang itu
meninggal ketika berjuang akan menuju tempat dia akan menuntut ilmu Allah, dia
akan dianggap syahid Ukhti.. Maha pemurah Allah itu , dari sesuatu yang kecil
saja, sudah dihitung pahala.. Iya kan ?” Jelas Husna kepada ku.
Aku kagum akan Husna. Baru kali ini
aku mendapat teman yang seperti dia. Dia bagai penerang hidup ku. Dia
mengajarkan ku, dan menunjukkan ku sesuatu yang sebelumnya belum pernah ku
ketahui. Ya Allah, terimakasih atas rahmat mu Ya Allah, engkau telah memberikan
ku sahabat yang baik, dan membawa ku kejalan yang benar.
Aku memandangi wajah polos Husna
terus menerus. Keringatnya bercucuran, membasahi wajah mulusnya. Ia selalu
tersenyum. Padahal, tangan nya sudah hitam terkena oli.
“Taaaaarrrraaaaa
! Finish deh!” Kata Husna mengaget kan ku.
“Dah siap ?”
Tanya ku pada nya.
“Udah, yuk
berangkat.” Jawab nya.
Aku dan Husna pun melanjutkan
perjalanan ku menuju mesjid. Sesampainya di mesjid Husna dengan tergesa gesa
menuruni sepedanya. Ia takut ketinggalan materi pengajian hari ini.
“Yuk masuk.
” Kata Husna msambil menarik tangan ku.
“Malu Na,
Thi pake celana jeans ?” Kata ku sambil menarik lagi tangan ku.
Aku merasa malu. Para muslimah
muslimah yang lain mengenakan rok dan pakaian yang serba longgar, sedangkan aku
mengenakan celana jeans super ketat, dan baju kaus yang nge-pas dibadan ku.
“Maka nya,
besok besok jangan mengenakan pakaian ini lagi. Jadi kalo Husna ngajak Ukhti
ngaji mendadak, Ukhti siap. Lagi pula, Ukhti gak sesak nafas pake celana dan
pakaian yang ketat seperti itu ?” Tanya Husna kepada ku, sambil membuka
sepatunya.
Aku merasa malu. Aku benar benar
malu. Rasanya aku sangat menyesal membeli pakaian seperti ini. Tapi, untuk
sekali ini, aku berani kan diri ku untuk masuk, mencari ilmu dijalan Allah, kan
dihitung pahala..
Para muslimah yang lain memerhatikan
ku. Mungkin mereka merasa aneh dengan pakaian ku. Wajar saja, hanya aku yang
mengenakan pakaian ketat didalam mesjid ini.
Saat ku mendengar suara Husna
mengaji, aku merasakan ada sesuatu hal yang dulu pernah hilang dari diri ku,
dan datang kembali saat ku mendengar Husna melantun kan ayat ayat suci didepan
kumpulan para muslimah. Suaranya sungguh indah. Hati ku langsung bergetar
mendengarnya. Jiwa ku serasa tentram. Dan aku merasakan semua masalah masalah
ku telah terselesaikan. Disaat saat menyebut nama Allah, ku rasakan jantung ku
berdetak kencang. Nafas ku mulai tidak teratur. Bayangan bayangan akan dosa ku
muncul didepan mata ku. Sosok Papa yang nakal tiba tiba datang, Mama yang
selalu menangis melihat aku, Kak Hakim, dan tentunya Papa, dan kak Hakim yang
ugal ugalan. Semua bayangan itu muncul didepan mata ku. Aku merasakan suatu
getaran yang sungguh dahsyat. Tiba tiba, aku meneteskan air mata ku tanpa ku
sadari.
“Kenapa
menangis, ukhti ?” Tanya salah seorang jema’ah kepada ku.
“La(tidak),
hanya teringat akan dosa ..” Jawab ku sambil menghapus air mata ku.
Jema’ah tadi tersenyum kepada ku.
Lalu ia memberikan ku sebuah al-Qur’an kecil.
“Ini, dibaca
ya ? ini buat ukhti.” Kata jema’ah itu dengan manis kepada ku.
“Ya Allah,
syukron ukhti ?” Kata ku dengan senang.
“Wa iya ki.”
Jawab jema’ah itu sambil tersenyum lagi kepada ku.
Entah kenapa, saat aku diberikan
sebuah Al-Qur’an mini itu, hati ku terasa sumbringah. Ditengah tengah
pengajian, aku berlari keluar. Aku berlari menuju termpat berwudhu. Ku basuh
wajah ku dengan air wudhu, aku ingin menghilangkan seluruh pikiran ku yang
buruk. Lalu ku kembali memasuki mesjid. Hati ku kembali bergetar mendengarkan
para muslimah membacakan potongan surah an-nur dan surah al-ahzab,yang
menjelaskan tentang hukum bagi wanita, yang wajib menutup auratnya. Jujur saja,
air mata ku langsung mengalir deras. Aku benar benar menyesal. Selama ini aku
selalu mengumbar aurat ku. Astagfirullah..
Sepulangnya dari pengajian itu,
Husna mengantarkan ku kepasar. Sepanjang perjalanan ia menyanyikan asma asma
Allah. Suara nya begitu merdu. Aku terkesima mendengar suaranya. Sungguh, dia
adalah teman yang baik yang diberikan oleh Allah kepada ku. Aku bersyukur
kepada Allah, karena Allah telah memberikan ku teman seperti Husna.
“Husna ikut
yuk ?” Ajak ku kepada Husna.
“Ah, enggak
usah deh, Husna langsung pulang aja. Husna mau bantu umi buat mempersiapkan
takziah nanti malam. Husna duluan ya Ukhti ?” Kata Husna pada ku.
“Assalammu’alaikum ..” Sambungnya sambil berlalu.
Aku memandangi kepergian nya. Ketika
sosok nya mulai menghilang saat dilihat dari kejauhan, aku baru sadar, kerudung
Husna masih bertengger dikepala ku. Awalnya aku ingin melepaskan nya tetapi,
biar lah. Aku pun merasa nyaman mengenakan nya.
Aku berkeliling sekeliling pasar.
Tak sengaja aku lewat didepan toko langganan ku.
“Eh, Thi !
manis dang, kalo pake kerudung, kan kelihatan ayu nya. ” Kata Buk Man pemilik toko langganan ku.
“Hehehe, ibu
ni, bisa aja. Terimakasih lah buk..” Jawab ku malu malu.
“Eh, ada
baju mode baru ni. Mau gak. Lengan pendek ?” Tawar Buk Man pada ku.
Aku terdiam sejenak. Hati ku serasa
bimbang. Hati ku rasanya ingin sekali membelinya, tetapi, dilain sisi, hati ku
menolak untuk membelinya. Aku teringat saat pengajian tadi, aku ingin sekali
menutup aurat ku.
“Mmm.. Thi
lihat dulu lah ya buk, Thi mau kedalam cari yang lain dulu.” Tungkas ku.
“Iya lah,
nanti kesini lah ..” Jawab buk Man.
“Insyaallah
..” Jawab ku sambil berlalu.
Aku teruskan penjelajahan ku
mengelilingi pasar. Tiba tiba, sayup sayup terdengar suara teriakan wanita tua
dibelakang ku. Penasaran, aku berbalik kebelakang. Ternyata, ada sebuah toko
kecil disudut pasar ini, yang sedikit berbeda dengan toko yang lain.
“Ayoo lah
nak, beli kerudung nya .. 15 ribu dua..” Teriak nya pada ku sambil memegang
kerudung persegi berwarna jingga ditangan nya.
“Warna
kerudungnya bagus juga. Aku beli gak yah ?” Tanya ku didalam hati.
Aku pun menghampiri ibu ibu paruh
baya itu. hati ku pilu melihat ibu itu. Keadaan nya sungguh menyedihkan. Kedua
belah kaki nya sudah tidak ada lagi.
“Mmm, beli
ini ya buk, yang putih sama yang jingga ini.” Kata ku pada ibu itu
“Oh iya
nak.” Jawab ibu itu bersemangat.
“Terimakasih
buk.. ” Kata ku sambil menebar senyum ku kepada nya.
“Sama sama
nak !” Jawab nya kegirangan.
Aku pun kembali pulang membawa
kerudung itu. Aku tidak menyadari, padahal tadi aku ingin membeli baju kaus,
tetapi yang ku beli adalah kerudung. Aku hanya tersenyum sendiri melihat diri
ku.
“Mungkin ni
isyarat dari Allah, ” Bisik ku dalam hati.
Tiba tiba aku teringat akan kata
kata ceramah udstazah tadi, aku juga teringat akan lantunan ayat suci al-qur’an
yang dibaca kan oleh Husna. Aku ingat, tadi ada salah seorang jama’ah yang
memberikan ku al-qur’an mini. Aku langsung mengeluarkan nya dari saku celana
ku. Aku pandangi al-qur’an itu. Ku rasakan tubuh ku bergetar.
“Ya Allah,
ampuni aku .. Aku telah berbuat banyak dosa ya Allah ..” Bisik ku dengan pelan.
Hari itu juga ku niat kan hati ku
untuk berubah. Aku teringat kata kata Husna , yang mengatakan bahwa “Tobat tu
jangan ditunda tunda .. ntar kalo dah telat bingung.”. Jujur saja, kata kata itu selalu terngiang dipikiran
ku.
“Aku telah membeli kerudung, dan besok, aku
akan mengenakan kerudung ini !” Teriak ku.
Aku pun bergegas pulang. Tak sabar
aku ingin memberitahu Mama dan Kak Hakim.
“Mmmm .. apa
ya kata Mama ? pasti Mama senang dengar aku dah mau berubah.” Tanya ku didalam
hati ku.
Saat ku sampai didepan rumah ku, aku
melihat sebuah mobil putih. Yang sepertinya itu bukan hal asing bagi ku. Aku
berlari masuk kedalam rumah.
“Assalammu’alaikum,
Mama, kak Hakiiiiiim ….!” Teriak ku cemas.
Suasana didalam rumah begitu
menegangkan. Banyak orang yang datang kerumah ku. Mereka masing masing membawa
buku buku kecil yang bertuliskan “Surat Yasin”. Seketika aku langsung menangis.
Aku berlari memasuki kamar ku.
“Mamaaaaaaaaaaaaaaa
!”Teriak ku histeris.
Kak Hakim datang menghampiri ku. Dia
menepuk bahu ku, sambil tersenyum.
“Mama masih
ada kok !” Kata nya lembut pada ku.
“Terus tu
apa ?” Tanya ku sambil menghapus air mata ku.
“Istri kedua
Papa meninggal, kecelakaan tadi pagi.” Jawab kak Hakim tenang.
Aku hanya tersenyum malu. Segera ku
keluar, ku kejar Mama, dan ku peluk erat erat tubuh nya.
“Mama jangan
pergi dulu ya, lihat dulu Thi berubah dan berhasil banggain Mama.” Kata ku
dengan terisak isak.
“Hmmm, Iya
sayang, do’ain Mama punya cukup umur. Dah akh, jangan nangis, kita yasinan dulu
yuk, do’ain istri kedua Papa.” Jawab Mama Lembut pada ku.**
Malam sesudah acara yasinan dirumah
ku, Papa duduk disamping ku.
“Thi, ma’afin
Papa iya ?” Kata Papa sambil menepuk bahu ku.
“Kim, mau
kan ma’afin Papa ?” Sambung Papa bertanya pada Kak Hakim.
Aku dan Kak Hakim hanya diam. Aku
tak mau memaaf kan Papa. Papa udah kejam kepada ku, kak Hakim, dan Mama. Dan
dengan mudah nya dia mengucapkan kata ma’af setelah istri keduanya itu telah
tiada. Kemana kesadaran nya selama ini ?! Melupakan anak dan istri pertamanya.
Aku sungguh kesal dengan Papa.
“Ayo ma’afin
?” Kata Mama yang tiba tiba muncul diantara kami.
“Mama ni,
iiiiih ..!” Kata ku kesal.
Aku tidak sampai hati melihat wajah
lembut Mama. Mama sungguh tegar. Mama begitu baik. Mama masih mau tersenyum dan
memaafkan Papa, walau Papa sudah sekejam itu pada Mama,dia sungguh seorang
wanita tegar! Aku bahagia mempunyai Mama sepertinya.
“Akkuu, aku,
aku mau maafin Papa, asal Papa bakal minta maaf sama Mama. Dan kalo Papa kejam
lagi, aku gak akan maafin Papa!” Teriak ku.
Kak Hakim menatap ku tajam. Aku
tidak tahu, apakah yang ku ucapkan salah ? Tapi, tiba tiba Kak Hakim pergi
memasuki kamarnya, sambil membanting pintu kamarnya.
“Biarkan
saja. Dia memang begitu.” Kata Mama lembut.
“Papa merasa
bersalah.” Kata Papa dengan raut wajah yang sedikit menyesal.
“Emang Papa
salah !!!” Teriak ku didalam hatiku.
Aku pandangi wajah lembut Mama. Aku
tidak sampai hati melihat Mama sedih. Air mata ku tiba tiba mengalir membasahi
pipi ku. Aku langsung berlari menuju kamar kak Hakim.
“Kak, Thi
gak tega ngelihat Mama. Mama kok baik banget sih Kak ?” Kata ku pada Kak Hakim
sambil menghapus air mata ku.
“Kak juga gak
tega lihat Mama. Mending kakak nge-band aja! Ikut gak ?” Ajak kak Hakim pada
ku.
Aku hanya diam memandangi nya. Aku
sebenar nya sangat ingin ikut bersama nya, untuk menghilangkan kesedihan ku,
tetapi aku teringat kata kata Husna. Segera ku berlari kekamar ku, ku ambil
Al-Qur’an ku dan mukena ku.
“Kak,
temenin Thi baca Qur’an yuk ? dari pada nge band, ngabisin uang. Kita cari
pahala aja .. sedikit malam ini.. ?” Tawar ku pada kak Hakim dengan senyum ku
yang menggoda.
Tetapi kak Hakim hanya menganggap ku
angin lalu. Ia menatap ku tawar, sambil berlalu meninggalkan ku. Aku rindu akan
suasana harmonis keluarga ku. Secepat kilat ku tutup pintu rumah ku.
Menghalangi kepergian kak Hakim.
“Kakak…
Ayolah. Kali ini aja ? Ukhti kangen Kak, Ukhti pengen Kak, Ukhti pengen Kak
ngajarin Ukhti ngaji irama? Kakak, pleaseeee ?? Percuma Kakak ngeJuarai lomba
MTQ, tapi gak pernah Kakak amalin!” Rayu ku sambil meneteskan air mata ku.
Kak Hakim tersenyum melihat ku, ia
merangkul ku dan melepaskan jaket yang sudah ia kenakan sebelumnya.
“Untuk adik
ku tersayang, aku akan ajari kamu ..” Kata kak Hakim tersenyum pada ku.
Aku bahagia. Ternyata, resep
pemberian Husna memang manjur. Hidayah Allah telah tercurahkan kepada kakak ku,
Kak Hakim. Sungguh, Allah itu Maha Penyayang dan Pemurah!
Aku dan kak Hakim mengaji didalam kamar kak Hakim. Lantunan
ayat ayat suci terdengar memenuhi rumah. Suara merdu kak Hakim memaksa Mama dan
Papa untuk ikut melantunkan nya.
“Mama sama
Papa ikut ya ?” Tanya Mama kepada ku dan Kak Hakim.
Mama masuk kedalam kamar kak Hakim, dan diikuti Papa
dibelakangnya. Awalnya kak Hakim menatap Papa dengan sorot mata yang penuh
kebencian. Melihat kejadiaan itu, ku lantunkan kembali ayat bacaan kak Hakim
barusan. Mungkin itu bisa mengusir syetan yang bersarang dihati kak Hakim.
“Kak, lanjut
lagi ?” Ajak ku.
Kak Hakim menatap ku, aku hanya
tersenyum. Aku kira ia akan keluar dari kamar, membanting pintu, dan sebagai
nya, tetapi tidak. Ia tersenyum pada ku. Kemudian ia bergeser, memberi tempat
untuk Papa. Sungguh, Ya Allah, hidayah mu sungguh besar kepada keluarga ku.
Aku, Kak Hakim, Mama,dan Papa menghabiskan malam itu bersama,melantunkan ayat
ayat suci al-qur’an. Syahdunya malam itu. sungguh baru kali ini ku merasakan
kebersamaan yang begitu indah. Hidayah Allah telah tercurahkan kepada keluarga
ku.**
Pagi itu, aku beranikan diri ku, aku
kuat kan mental ku seperti baja. Aku berdiri didepan kaca. Kupandangi wajah ku
yang terbalut kerudung putih, menutupi hingga dada ku. Aku hanya tersenyum.
Tekad ku sudah bulat hari ini aku akan memakai kerudung yang ku beli,
kutepiskan perasaan takut akan ejekan dan cacian teman teman seperti halnya
Husna.
“Ini semua
Petunjuk dari Allah, yang disampaikan melalui Husna.” Bisik ku didalam Hati ku.
Saat ku keluar dari kamar ku, aku
tak sengaja menjatuhkan gelas minum malam tadi. Kak Hakim langsung keluar dari
kamarnya. Begitu pula Mama dan Papa.
“Astagfirullah
!” Teriak ku.
“Kenapa Thi
?” Tanya kak Hakim pada ku, yang saat itu dia masih mengenakan sarung
kesayangan nya.
“Hehehe, gak
ada, kesenggol sedikit aja, gelas nya jatuh. Btw, mau ronda pak ? kan udah pagi
?” Ejek ku pada kak Hakim.
Mama dan Papa langsung tertawa
melihat Kak Hakim. Kak Hakim pun tersipu malu dan berlari memasuki kamarnya.
Kemudian tawa itu tiba tiba terhenti.
“Hmm.. Hmm
.. Mau kemana ? gak sekolah ?” Tanya Mama padaku.
“Yah Mama.
Sekolah dong, ni kan udah pakai seragam.” Jawab ku pada Mama sambil memegangi
rok ku.
Mama melihat ku heran. Pandangan nya tertuju pada wajah ku.
Papa pun seolah tak percaya.
“Apa yang
aneh sih ?” Tanya ku dalam hati ku.
Kak Hakim tiba tiba datang memecah
keheningan. Ia terlihat tergesa gesa.
“Ukhti ?
pakai kerudung siapa tu ? Mau kemana ?” Tanya kak Hakim mengejek ku.
“Ya kerudung
Thi lah, and Thi mau kesekolah dong, masa ke mal” Jawab ku pada kak Hakim.
Semua nya terdiam melihat ku, mereka
seakan tidak percaya bahwa aku telah menutup kepala ku dengan balutan kerudung.
Tapi, mereka semua harus percaya.
Aku berangkat menuju sekolah bersama
Kak Hakim. Dipersimpangan jalan sekolah ku, aku menyuruh Kak Hakim menurun kan
ku disana. Aku ingin membelikan sarapan untuk Husna.
Ku lanjutkan perjalanan ku menuju
sekolah dengan berjalan kaki.
“Kok sepi sih
? Aku udah telat ya ?” Bisik ku pada diri ku sendiri.
Aku
datang memang lebih awal dari biasanya,ku nikmati saja suasana sepi pagi itu
disekolah ku.
Tatapan ku menerawang jauh kemasa
lalu. Seandainya aku tidak bertemu Husna, mungkin aku tak seperti ini, dan
seandai nya aku mati dalam keadaan kafir, aku tak sanggup mempertanggung jawabkan
semua nya dihadapan Sang Khalik. Ya Allah, ampuni lah dosa hamba selama ini.
Aku terus menelusuri koridor sekolah
menuju kelas ku. Namun memang tidak satu pun siswa yang ku temui. Kulihat
penjaga sekolah, dan aku pun menghampirinya.
“Assalammu’alaikum,
Pak. Kok sampai sekarang belum ada siswa lain yang datang ya pak ?” Tanya ku.
“Hoalaaah,
bagaiman toh ? kan hari ini sekolah akan dipakai untuk ujian guru. ” Jelasnya.
Aduh, kenapa aku bisa sampai lupa.
Aku pun pulang dengan lesu. Ku langkah kan kaki ku melewati gerbang
sekolah. Padahal rencananya aku akan
menunjuk kan pada Husna, bahwa aku kini telah berkerudung. Tetapi apa boleh
buat.
Hari ini tanpa Husna, serasa aneh
bagi ku. Tidak ada senda gurau Husna, ceramahnya yang menyentuh hati ku, dan
tentunya wajah nya yang selalu tersenyum manis pada ku. Aku memutuskan untuk
berjalan menuju rumahnya.
“Sekalian
ngaji, mending kerumah Husna. Cari pahala!” Kata ku sambil tertawa kecil.
Dengan langkah seribu ku langkah kan
kaki ku menuju rumah Husna. Dari kejauhan, ku melihat rumah Husna begitu
ramai. Banyak orang berlalu lalang
keluar masuk dari rumah Husna.
“Wah, ada
acara ni dirumah Husna, yees! Asyik, bisa makan daging gratis dong kalo gitu”
Bisik ku didalam hati ku.
Ketika tinggal beberapa langkah lagi
menuju rumah Husna, firasat ku mulai tidak enak. Ku semakin mendekat ke rumah
Husna. Ternyata dugaan ku salah. Terdengar suara tangisan dari dalam rumah
Husna. Aku melihat seorang ibu paruh
baya yang menangis tersedu sedu disana. Aku rasa aku kenal baik dengan nya. Ia
langsung merangkul ku, ia menggiring ku
memasuki rumah menuju sekumpulan orang. Aku yang tak tau apa apa, aku hanya
diam terpaku. Apa yang terjadi ? Tanya ku. Ia hanya diam menatap ku.
Ia menunjukkan ku sebuah raga yang
tergeletak tak bernyawa ditengah kerumunan itu. wajah nya ditutupi kain putih
transparan. Didalam hati ku, aku merasa cemas. Ku dekati jenazah itu, orang
orang disekitar ku membantu ku membuka kain putih transparan yang menutupi
wajah jenazah itu.
Begitu panik nya aku ketika melihat
jenazah itu. wajah ku pucat pasi. Degup jantung ku serasa semakin kencang.
Tangan ku dingin, dan mulut ku tak sanggup untuk mengucapkan sebuah kalimat.
Hari ini cuaca sangat cerah , namun
berubah menjadi badai lebat. Bibir ku memang tak sanggup untuk ku gerakkan.
Mata ku menerawang kearah sang surya, cahayanya membuat mata ku gelap. Ku coba
menguasai diri ku dengan mengucap istighfar berkali kali. Aku benar benar tak percaya. Aku duduk
bersimpuh disamping jenazah Husna, menerima kenyataan yang ada.
Husna telah tiada, penyakit
Thalassemia yang bertahun tahun bersarang didirinya kini dengan atas izin Sang
Khalik telah merenggut nyawanya. Dan Sang Khalik telah menempatkan Husna
ditempat yang sudah disediakan-Nya untuk Husna.
Sebenarnya, aku belum ikhlas
menerima ini, aku menyesal tidak dapat menunjukkan pada Husna bahwa aku telah
melaksanakan kewajiban ku, dan aku berhasil mendamaikan keluarga ku. Tapi, Sang
Khalik telah memangilnya. Aku harus ikhlas melepasnya.
Masih terekam kuat di memori otak
ku, saat saat terakhir aku bersamanya. Wajah nya pucat pasi, ia mengatakan
kepada ku “Seandainya Islam dapat tegak dengan seorang diri, tidak perlu Nabi
Musa mengajak Harun, tidak perlu Rasullullah mengajak Abu Bakar untuk
menemaninya hijrah. Meskipun seorang pengemban dakwah itu adalah orang yang
alim, faqih, dan memiliki azam yang kuat, tetapi tetap saja ia adalah seorang
manusia yang lemah, dan membutuhkan bantuan saudaranya, meskipun saudaranya memiliki
banyak keterbatasan. Anti(kamu) adalah sahabat terbaik ana(saya) Thi, dan
sesungguhnya, setiap pertemuan itu pasti akan ada perpisahan. Semoga, suatu
saat nanti kita dipertemukan oleh Allah disuatu tempat yang disana tidak akan ada
perpisahan. ”
Maha Besar Allah yang telah
menghidupkan dan mematikan manusia. Kita sebagai manusia memang mempunyai
rencana. Tetapi Allah yang menakdirkan. Biar lah kehendak-Nya berada diatas
kehendak kita. Karena itu lah yang terbaik untuk kita. Allah telah memberiku sahabat yang baik
seperti Husna dihidup ku, semoga kelak Allah juga yang akan mempertemukan ku dengan
nya di jannah-Nya yang abadi. Ia akan ku jadikan sebagai SAHABAT DUNIA AKHIRAT KU.
*********
Sebulan setelah kepergian Husna, aku
merasa sepi. Teman ku yang selalu mengingat kan ku jika aku berbuat dosa,
mengajak ku mengaji, dan memberikan ku motivasi. Aku hanya duduk diam melihat
lihat kenangan ku bersama Husna. Tiba tiba aku tersentak, pandangan ku jauh
menerawang koridor sekolah ku, kulihat sosok tegap berwibawa yang menyandang
ransel besar dibahunya.
“Siapa tu ?
” Tanyaku pada diriku sendiri.
Sosok itu pun semakin mendekat
dengan ku, ketika jarak nya tinggal beberapa meter lagi dari ku, mata ku
langsung terbelalak melihatnya. Ku pasang kan langkah seribu ku menuju keruang
kelas ku.
“Hmmm.. Hmm, semuanya, harap
tenang.” Kata Pak Hasyim, Bapak kepala sekolah ku.
Pak Hasyim berdiri didepan ruang
kelas ku, ia mengumumkan tentang guru baru yang akan mengajar dikelas ku. Yah
aku tidak terlalu mementingkan itu, karena bagi ku, siapa pun yang mengajar ,
itu sama saja, yang penting ilmu itu tersampaikan kepada ku.
Saat sosok lelaki muda itu memasuki
ruang kelas ku, jujur saja aku kaget bukan main. Mata ku terus memelototi
seorang pria tegap mengenakan kemeja coklat yang berdiri tepat disamping Pak
Hasyim. Aku mengenal pria itu.
“Astagfirullah,
Kak Hakim ?” Kata ku didalam dengan berbisik, seakan tak percaya.
Pak Hasyim mengenalkan pria itu
kepada kami.
“Nah anak
anak, kenalkan bapak ini adalah guru baru yang akan mengajar dikelas kalian
menggantikan Pak Bagyo. Nama nya Pak Hakim.” Tegas Pak Hasyim.
Ya Allah, kak Hakim menjadi guru
disekolah ku ? Memang 1 bulan ini dia tidak berada dirumah, dia menyelesaikan
study nya untuk mendapatkan gelar Profesornya sebagai sarjana Teknik. Aku hanya
diam melihat nya. Seakan tak percaya kakak ku yang dulunya seorang pembangkang,
pemalas, yang selalu menghabiskan waktunya dengan aktivitas band nya, kini
menjadi guru ? Aku hanya tertawa kecil.
“Assalammu’alaikum
anak anak, kenal kan nama saya Muhammad Hakim Alfatih. Kalian semua bisa
memanggil saya Pak Hakim.” Jelasnya dengan singkat sambil melirik kearah ku.
Huh, gaya nya memang sudah berubah
drastis, dulu tangan nya penuh dilingkari oleh karet karet gelang berwarna
hitam, kuku nya panjang, dan pakaian nya selalu bertema kan hal hal yang
bathil. Alhamdulillah Ya Allah, engkau telah memberikan hidayah mu kepada kakak
ku, Kak Hakim. Aku menjadi rindu dengan Husna.
Suasana kelas ku betul betul gaduh.
Seluruh siswa dikelas ku sibuk membicarakan tentang kedatangan Kak Hakim yang
langsung menduduki jabatan wali kelas.
“Huuh, mudah
kok dapetin bapak itu. aku lirik sedikit pasti bakal klepek klepek dia.” Kata
Selly dengan angkuh.
Sombong sekali dia. Aku tertawa
kecil mendengar kata katanya. Aku hanya berfikir, kapan kah Selly berubah dan
mengingat kematiannya, jika hidupnya hanya dihabiskan dengan berfoya foya,
berdandan, mengumbar aurat, dan sibuk membicarakan orang lain.
“Ups,
Sellly.. jangan angkuh. Jodoh itu ditangan Allah! Sudah lah, cukup mengumbar
aurat kamu itu. tobat lagi, kiamat sudah dekat !” Kata ku mengingatkan Selly.
Dia menatap ku dengan angkuh. Lalu
ia melepaskan ikatan rambutnya, geraian rambutnya membuat mata ku terasa perih.
“Mmm.. anak
alim baru. Pengganti si Sok alim ! bilang aja sirik ! kalo ntar Pak Hakim gak
ngelirik loe ! Coz, bentuk loe yang meragukan, emak emak atau anak sekolahan tu
! hahhahahaaha..” Cemo’oh Selly kepada ku.
Aku hanya berusaha sabar menghadapi
Selly, aku berusaha mencontoh sikap Husna yang selalu tersenyum walaupun telah
dilempari batu sekalipun. Aku pernah menawari Selly untuk ikut pengajian
dimesjid dekat sekolah, tetapi ia hanya mengabaikan ajakan ku. Mungkin suatu
hari ia akan sadar.***
Aku melihat Nimrod duduk termenung
dibangku taman didepan kelasku pagi itu. memang belakangan ini Nimrod terlihat
murung. Selly pun tidak bersama Nimrod. Aku menghampirinya.
“Assalammu’alaikum..
kok bengong ? Gak baik loh, mending baca Al-qur’an atau baca buku.” Kata ku
pada Nimrod.
“Kumsalam.
Gak usah sok jadi pahlawan !” Bentaknya kepada ku.
Aku hanya diam sejenak. Mengambil
nafas panjang, dan menyebut istighfar berkali kali. Lalu aku kembali berbicara
kepada Nimrod, berusaha mendakwahinya.
“Jawabannya
kok kumsalam sih ? kan seharusnya wa’alaikumsalam !” Kata ku memecah kemarahan
Nimrod.
Aku bingung melihatnya. Ada apa dengan
nya. Aku duduk dibangku taman yang berada tidak jauh dari tempat duduk Nimrod.
Aku mengeluarkan Al-qur’an kecil dari saku rok ku. Dan aku memulai untuk
membacanya. Tidak ku sangka, disaat ku lengah ternyata Nimrod mendengarkan ku
dengan serius. Aku menutup Al-qur’an ku.
Dan ku coba bertanya baik baik kepada Nimrod, dengan keyakinan penuh bahwa
Allah akan membantu ku. Nimrod pun perlahan luluh, ia menceritakan seluruh
permasalahannya kepada ku.
“Mmmm.. Jadi
begitu ? Udah, jangan diambil pusing..” Kata ku menenagkan nya.
Dia menatap ku dalam,”Aku rasanya
sedih banget, Selly dan keluarganya seakan acuh tak acuh pada permasalahan
keluarga ku.” Jawabnya dengan suaranya yang terdengar seperti akan menangis.
Aku kasihan padanya. Permasalahannya
hampir serupa dengan permasalahan ku. Mungkin Nimrod butuh teman dan tempat
untuk dia menceritakan permasalahannya dan yang dapat memberinya motivasi.
Tetapi aku tidak bisa membantunya banyak, aku hanya menyarankan kepadanya, agar
datang dipengajian putra nanti dimesjid dekat sekolah ku. Ia hanya mengangguk
lesu.***
Malam ini, aku berniat ingin melaksanakan sholat
tahajud. Ku stel alarm ku kearah angka 2. Lalu aku berlari keluar kamar ku,
menuju kamar Mama dan Papa.
“Assalammu’alaikum,
Maaa, Paa, ntar malam sholat tahajud berjama’ah yuk ? Nambah tabungan buat
diakhirat ?” Rayu ku sambil tersenyum.
“Wa’aalaikum
salam, ok deh , jam berapa ? ” Jawab Mama dan Papa serempak.
“Jam 2 ya,”
Jawab ku kegirangan.
Mama dan Papa mengangguk mengiyakan
permintaan ku. Aku pun bergegas berlari menuju kamar ku. Ku baringkan tubuh ku
diatas ranjang kesayangan ku, ku peluk buku pemberian Husna dahulu kepada ku.
Dan ku biarkan angan ku terbang menuju mimpi ku malam ini.
Suara deringan alarm ku menguasai
seluruh ruangan kamar ku. Aku langsung bergegas keluar kamar ku, mengambil
wudhu untuk melaksanakan sholat tahajud. Mama dan Papa sudah dari tadi menunggu
ku.
“Yuk mulai
?” Kata ku pada Mama dan Papa.
“Mmmm,”
Jawab Papa pada ku.
“Eh tunggu,
sama sama dong!” Teriak Kak Hakim yang tiba tiba muncul.
“Kak Hakim ?
Kapan pulang ?” Tanya ku heran.
Kak Hakim hanya tersenyum melihat
ku, begitu pula dengan Mama dan Papa. Aku hanya heran menatap nya. Tapi, ya
sudahlah, Papa pun memulai sholat.
Didoa’a ku , aku bersyukur kepada
Allah, aku beruntung mendapatkan kejernihan pikiran, dan telah diberikan
sahabat yang baik didalam hidup ku. Jika saja aku tidak bertemu dengan Husna,
aku tidak tau akan bagaimana hidup ku, dan keluarga ku. Berkat pertolongan
Allah yang melalui Husna, aku dapat mengembalikan kondisi keluarga ku menjadi
utuh kembali. Dan berkat pertolongan Allah juga, aku dapat melaksanakan
kewajiban ku sebagia seorang muslimah. Aku juga berdo’a kepada Allah, semoga
Nimrod dan Selly dapat berubah, dan kembali menggunakan hidayah yang telah
diberikan Allah kepadanya. Dan semoga suatu saat nanti mereka dapat menyadari
itu. Diujung do’a ku, aku bersyukur, karena telah diberikan kejernihan pikiran,
dan hidayah yang tidak terkira harganya.**
Suatu hari, aku kaget melihat
Nimrod. Ia berubah drastis. Ya Allah, sungguh besar karunia mu. Nimrod
tersenyum kepadaku, dan berlalu sambil mengucap salam. Dibelakangnya ada
seorang wanita berkerudung menyandang tas, aku tidak melihat jelas wajahnya,
tapi aku tau persis jenis suaranya, ya! Itu Selly! Mereka kini telah kembali
kejalan Allah, Alhamdulillah. Satu hidayah lagi untuk ku. **
Sesungguh nya, hidayah itu tidak
tergantung akan keberuntungan. Dan perlu dipahami, selama ini, Allah telah
memberikan hidayah nya kepada kita. Ya, hidayah itu adalah “Pikiran” kita.
Dengan pikiran tadi kita dapat berfikir dan membedakan. Hanya manusia saja yang
malas untuk berfikir dan menyadarinya. Yang selalu berangan angan akan hidayah
yang akan datang. Padahal sesungguh nya hidayah itu sudah ada pada dirinya
sendiri.
Dan dari semua ini, aku belajar akan
hidayah pemberian Allah yang telah lama ku mati fungsikan. Didalam hati ku, aku
bertekad untuk memajukan generasi Islam selanjutnya. Amin.